Sejak Pak Kosot Meninggal dan Dai Tak Ada lagi Mushola ini Terbiar Ditumbuhi Semak Belukar



 
Dari Batam ke Rempang, kenderaan roda empat dengan kecepatan 60 kilometer perjam sekitar satu jam perjalanan. Sungai Sadap sebelah kiri tak jauh dari Kebun Raya Rempang Batam. Tempat ini terletak sekitar dua kilometer pula masuk ke dalam kalau kita terus berjalan masuk sampai dibibir pantai Cate Rempang. 

Dulu kenderaan tidak dapat masuk sampai ke pemukiman penduduk tempat pak Kosot bermukim. Ada anak hulu Sungai Sadap yang memotong perkampungan itu, setelah dibuat jembatan dari batang kelapa, dan hari tidak hujan dengan menerabas semak semak kita dapat melaluinya. Sekarang pula sudah ada jembatan, meskipun kalau hujan hanya truck yang dapat melalui nya. baca : Melayu Asli Batam : Yang Tersisa Dari Bumi Melayu Sungai Sadap Rempang Batam.

Gambar mungkin berisi: langit, rumah, pohon, luar ruangan dan alam 
Sewaktu pak Kosot masih hidup, dan anak beranaknya masih tinggal di kampung itu, kami dirikan sebuah mushola, bantuan dari Asia Muslim Charity Foundation (AMCF), mushola kecil ukuran lima kali lima meter. Beratap seng lantai kermik, Untuk air wuduk sebuah tandon air kapasitas 1.000 liter sumbangan dari rekan. Dari AMCF ditempatkan pula seorang Dai disitu mengajari orang orang disitu terutama anak anaknya belajar mengaji dan belajar Islam lainnya. Disekeliling mushola itu ada beberapa rumah tinggal yang baru di bangun oleh pemerintah.

Banyak juga pekerja muslim, yang bekerja di kebun kebun sekitaran perkampungan Sungai Sadap, menginap dengan keluarga masing masing dan banyak juga bujangan, tinggal di rumah rumah yang dibangun di tengah tengah kebun sebagai pekerja dan penjaga. 

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih
Kini pun terlihat semakin tambah banyak pekerja dari luar, bekerja diladang kebun toke toke dari Batam itu. Namun sejak Dai dari AMCF itu tidak lagi tinggal mengajar disana, dan setelah Pak Kosot meninggal dunia, tak ada lagi orang yang sholat di mushola itu. 

Mushola itu terbiar ditumbuhi semak belukar, atapnya sudah berkarat bocor disana sini, plafond  dari rangka kayu sudah rubuh demikian pula pintu dan jendela entah terbang kemana. Disela sela lantai keramik sederhana yang dipasang dulu pun ditumbuhi semak semak, kotor. Plank nama mushola Taqwa Sungai Sadap masih terpasang didinding sebelah luar mushola itu tetapi tulisnnya sudah tidak terbaca lagi. 

Rumah tempat tinggal Dai bersama anak pok Kosot dulu sudah tidak ada, rumah rumah lain pun yang berdekatan dengan mushola itu sudah hancur dimakan usia, maklum terbuat dari kayu, dan meskipun atapnya dan dinding rumah itu terbuat dari asbes, kalau dibuak jadi pecah. Disekitar mushola itu hanya tinggal pak Lamat dengan isterinya yang buta, ada cucu mereka yang sudah berkeluarga Tongku dan isterinya beserta tiga orang anak mereka, seorang lagi anak pak Kosot bernama Bujang, yang lain sudah pindah ke lain tempat mencari nafkah. 

Lokasi tanah tanah disana sudah ditanami kebun buah naga, jagung, semangka dan jenis buah lainnya, semak perdu diperbukitan dan lembah Sungai Sadap dan lokasi tanah pak Kosot yang masih tersisa pepohonan agak besar. Dan konon hendak dijual pula oleh warisnya.

Kukatakan pada Pak Lamat, anak lelaki tertua pak Kosot, kalau lokasi tanah itu nak dijual tolong lokasi tapak Mushola itu jangan ikut serta, dulu pak Kosot telah mewakafkannya untuk tempat rumah ibadah.
“Iya katanya dia akan segera membuatkan secari kertas hibah.”, agar para waris yang lain tau kalau lokasi tapak mushola tadi telah di wakafkan oleh datuk mereka. “RT disini sudah ganti pak.” Jelas pak Lamat lagi, karena kuminta agar surat wakaf itu tadi diketahui oleh RT dan RW kampung Sungai Sadap itu.

Tinggal lagi nak cari Dana untuk memperbaiki kondisi mushola itu tadi agar dapat di pakai kembali, dan dapat berfungsi semua seandainya ada para Dai yang bersedia tinggal disana. Semoga