Jauh sebelum
Indonesia merdeka daerah ini termasuk dalam wilayah Ke Sultanan Johor Riau dan
Lingga. Rempang termasuk salah satu
pulau yang besar setelah Pulau Batam, dipesisir pantai banyak perkampungan
nelayan, dari satu kampung ke kampung lainnya dihubungkan dengan perahu perahu
nelayan dan kapal pedagang yang mengambil hasil tangkapan nelayan tersebut. (Kampung Sadap Perkampungan Suku Asli Batam Yang Perlu Perhatian )
Lumayan ramai perkampungan nelayan itu seperti di Cate, Sembulang, Nongsa dan tempat lainnya. Namun tidak semua penduduk di Pulau Rempang itu hidup menjadi nelayan, sebagian ada yang hidup dari hasil hutan, hingga sekarang. Hasil hutan itu terkadang acap dibawa langsung ke Temasik (sekarang Singapura). (Pak Kosot Suku Asli Batam Terakhir Dari Kampung Sadap ?)
Setelah akses
jalan darat dari Batam hingga ke Pulau Galang Baru terbuka, transport darat
memutus isolasi daerah daerah itu, termasuk kampung Bumi Melayu Sungai Sadap
tempat pak Kosot bermukim. Pembalakan liar merajalela nyaris dari Batam hingga
ke Galang Baru tak kita temui lagi pohon yang sepelukan orang. Bahkan pohon sebesar
lengan orang dewasapun habis jadi kandang ayam , yang berdiri ribuan unit jumlahnya.
Lokasi tanah disana pun sudah terkapling kapling entah siapa dan dari mana
pemiliknya, terlihat plank papan nama orang disepanjang jalan itu.
Di hulu Sungai
Sadap bermukim keluarga pak Kosot, nama Islamnya Pak Abdul Manan, awal tahun
2000, hutan sekitar kediamannya masih rimbun, masih berkeliaran planduk, hulu
sungai itu masih mudah dilalui sampai ke muara sungai yang bertemu dengan laut
Cate. Pak Kosot bersama isteri dan ketiga anak lelakinya serta seorang anak
perempuannya disyahadatkan ulang, konon katanya mereka belum beragama, orang disana menyebut mereka
Orang Asli, Orang Melayu yang tinggal di hutan, karena ada juga orang sampan,
orang Melayu yang tinggal bermukim di sampan.
Dulu jauh dari
kebisingan, sekarang kampung itu, dengan mudah segala jenis kenderaan hilir
mudik keluar masuk mengangkuti hasil kebun dari daerah itu. Kebun sayuran, buah
buahan tumbuh subur pulak disitu.
Pak Kosot dan
isterinya sudah lama meninggal dunia, mereka terlahir sebelum lagi negara
Republik ini merdeka, aku ikut melaksanakan fardu kifayah pada saat dia
meninggal dunia, jenazahnya dibawak ke perkampungan desa Rempang Cate, dan
dikebumikan disana.
Pak Lamat anak
pak Kosot, menerima bingkisan lebaran yang kami bawa, diapun sudah terlihat
ringkih dan sudah tua, isterinya pula sejak di operasi katarak dua tahun lepas
langsung buta tak dapat melihat. Kami berdiri dijalanan yang baru dibuka
ditengah lokasi tanah pak Kosot dibuat mereka jalanan untuk traktor membersihkan
lahan. Dengar kabar tanah peninggalan pak Kosot itu mau mereka jual. Karena sekelilingnya
sudah jadi kebun sayuran dan buah buahan orang kota.
Pak Lamat sudah
tidak bisa lagi bekerja ditempat lain, sudah tua siapa pula yang akan
menerimanya bekerja, smenetara anak saudaranya bekerja di dapur arang.
Rumah yang dulu
ditempati pak Kosot sudah tak berbekas, bedah rumah dari pemerintahpun sudah
rusak pula dimakan rayap, terlihat hanya sebuah rumah permanen yang juga dulu
dibangun pemerintah sekarang ditempati cucu pak Kosot yang masih utuh. Sebuah
mushola yang dulu kami dirikan disana sudah rusak parah, tak pernah dipakai
lagi. Alang alang dan rumput liar memenuhi halamannya, plafond nyapun sudah
rubuh begitu pula daun pintu dan daun jendela.