Bersama adik Terek dan Marwiyah |
“Iman mau tanya
qurban ya.” Tanya Mainah Adenan padaku, setelah hampir sepekan smsku padanya
belum terbalas.
“Maaf lupa mau balas, karena pada waktu itu sedang di Hongkong.”
Lanjutnya lagi.
“Baru semalam pukul tujuh malam tiba di rumah.” Jelasnya lagi.
Hajjah Mainah Adenan,
satu dari sedikit pengusaha wanita Batam yang tetap eksis hingga kini. Wanita
60 an yang sudah punya cucu 15 orang ini, isteri dari Khudsi Haji Sairi.
Baca : Orang Bawean Terkaya di Batam Usianya sebenarnya masih dibawah usiaku tetapi kami memanggilnya Kak Mainah,
karena suaminya bang Khudsi usianya diatas kami. Mainah, tidak seperti wanita
lainnya, diakhir namanya mencantumkan nama suami, beliau lebih dikenal dengan
Ny.Mainah Adenan. Adenan dibelakang namanya adalah nama ayah kandungnya Adenan
Madun, pensiunan Pertamina Pulau Sambu, diawal tahun 70 an mereka termasuk agen/pengecer
Bahan Bakar Minyak (BBM) di Batam.
“Kesannya kami
semua sangat happy, karena semua keluarga kami kompak.” Ujarnya lagi, saat
kutanya kesan setelah dari tanggal 26 hingga 30 Juni lalu mereka berlibur ke
Hongkong sebanyak 43 orang, berlibur tahunan keluarga. Semua keluarga almarhum
pak Adenan Madun ini kukenal baik. Meskipun kak Mainah bukan anak tertua tetapi
ia sangat menonjol dalam mengendalikan perusahaan yang dirintis oleh pak
Adenan, terutama setelah Unit Pemasaran Petamina membuka Depot di Batam. Mereka
di tunjuk menjadi Pool Konsumen, APMS, Transportir hingga memiliki SPBU.
Kelima belas cucu cucunya |
Awal tahun 80 an,
pompa bensin (SPBU) baru ada satu di Batam, untuk mengangkut minyak ke SPBU
itu, juga ke Konsumen langganan lainnya, harus dengan Mobil Tangki yang di
desain khusus, tidak boleh sembarangan, harus pula di periksa kapasitas
tangkinya, walaupun tangki bukan alat ukur, tetapi kapasitas tangki itu paling
tidak sebagai indikasi dari kapasitas isi tangki cairan itu. Dan untuk
mensyahkan eiyk ukur (tinggi lobang ukur di manholenya wajib di sahkan oleh
Dinas Metrologi (Dimet).
Petugas Dimet ini
didatangkan dari tingkat provinsi waktu itu Batam masih dibawah wilayah
Pekanbaru. Tidak setiap saat mereka bisa datang ke Batam, sementara segala
jenis takaran dan timbangan harus diTera ulang. (jadi ingat baru baru ini timbangan
barang di Bandara Hang Nadim yang bermasaalah).
“Ada petugas Dimet yang datang,
sekalian menera timbangan di PT. Magcobar.” Pesan disampaikan kepada Direktur
Utama PT Putra Kenala Makmur (PKM) waktu itu masih berupa CV Putra Kelana Jaya
(PKJ). Mengapa ini disampaikan, antara lain biaya petugas yang didatang dari
Pekanbaru itu ditanggung oleh sipemilik takaran dan timbangan itu. Mobil tangki
transport BBM itu harus ada izin Tera barulah boleh mengangkut BBM.
Salah satu syarat
kenderaan boleh memasuki daerah terbatas terlarang, rawan kebakaran yang harus
diterima dan di periksa segala sesuatu mengenai keselamatan kerja. Terutama ada
izin untuk sang supir masuk ke instalasi Depot Pertamina itu terlebih dahulu.
Tak banyak kenderaan Lori (orang Batam mengatakannya) yang layak mengangkut
BBM. Lori itu harus dibawa ke Instalasi Depot Pertamina, diukur dengan diisi
Minyak sesuai jenis BBM yang akan diangkut oleh Lori dimaksud.
Sangat terlarang ,tidak boleh saat
ini lori itu mengangkut BBM Solar, kemudian mengangkut BBM Premium pula. Takut terkontaminasi. Harus
masing masing sesuai jenis BBM nya. (kecuali ada hal yang mendesak setelah
mendapat izin dari pejabat Pertamina) M jenis Solar, Minyak Tanah dan Premium
itu berbeda berat jenisnya. Kalau terpaksa terkadang memang alat ukur lain di tera dengan
air yang berat jenisnya 1, tidak terlalu berpengaruh dengan suhu menjadi
(anomali air).
Sebuah Truck
Tangki berwana putih, masuk ke Instalasi
Depot Pertamina waktu itu masih berada di sekitar Batu Ampar, dari pintu kepala
truck tangki yang berwana merah itu turun seorang wanita, terlihat sedang hamil
dari baju yang dikenakannya, tersenyum ramah, ternyata itulah Kak Mainah, ia sendiri
yang menyopiri truck tangki yang akan diTera oleh Dimet. Belum banyak wanita
yang dapat mengendarai mobil di awal tahun 80 an itu lho. Apalagi wanita
tempatan seperti beliau, sementara lelaki saja untuk supir supir truck dan alat
berat banyak didatangkan dari luar daerah.
Belum juga banyak
kenderaan roda empat di Batam, kalau transport laut seperti Pompong banyak juga para wanita
dapat mengemudikannya. “Awal tahun 70 an kami sudah tinggal menetap di Batam,
tidak di Sambu lagi, waktu itu kami beli sebuah mobil merk Austin, Jalanan
Batam belum lagi banyak beraspal, tetapi sudah dapat dikunjungi beberapa daerah
bila tidak hujan.” Kak Mainah mengingat awal dia dapat mengendari kenderaan roda empat.
“Sekarang kakak
sudah enggak aktif lagi di Kantor, ada anak anak yang melanjutkan usaha.” Jelas
kak Mainah, bahwa jabatan Direktur Utama yang selama ini disandangnya
diserahkannya kepada generasi yang lebih mudah. Tetapi kami masih tetap
berkomunikasi meskipun terkadang lewat Medsos, menanyakan kabar, dan yang tak
kalah penting dari wanita tangguh ini, setiap tahun ia selalu ikut serta
program qurban yang kami adakan di manca negara, terutama di komunitas muslim
minoritas dan yang tertindas, di negara tetangga itu.
“Insya Allah tahun ini
2019, 1440 H ini kita Qurban di Vientiane Laos.” Ujarku padanya.
Selamat menikmati hari tua yang bahagia bersama anak
cucu kak Mainah, pantas dia menikmati itu, semoga semuanya berkah.