“Hermanto yang
mana.”?
“Hermanto Kalam,
Hermanto M Noor itu lho.”
Pertanyaan dan
jawaban itu acap diutarakan, maklum di tempat kami banyak yang bernama
Hermanto.
Disebut Hermanto Kalam, pria 60 an tahun ini didaulat jadi ketua
Kalam, Kalam itu sendiri singkatan dari Kawan Lama, salah satu group dibentuk mereka
orang orang yang datang ke Batam sejak awal tahun 70 an ajang bernostalgia bagi sesama
mereka.
Tentu saja anggotanya dari berbagai daerah. Berinteraksi melalui medsos, tak pernah sepi
saling canda mereka.
Hermanto M Noor,
ia, anak pak Nur. Pak Nur awal tahun tujuhpuluhan datang ke Batam, pak Nur adalah salah
seorang pendiri IKADELIS. IKADELIS
singkatan dari Ikatan Keluarga Deli Serdang. Mungkin kedekatan daerah Batam dan
Sumut, atau mungkin juga awal Batam di dibuka menjadi daerah, industri
perdagangan alih kapal. Pertamina Pulau Sambu yang jadi pionernya. Jadi banyak
pekerja dari Medan Deli yang datang ke Batam terutama yang dari Pangkalan
Berandan dan sekitarnya.
Kita ketahui Pangkalan Berandan adalah Kilang Minyak
pertama di Indonesia. Memang tenaga dan skil para pekerja asal Medan terutama
Pangkalan Berandan itu mumpuni.
“Nama ayah kami dulu
itu ditulis Nur, setelah di Batam tertulis Noor.” Jelas Hermanto, ayahnya bekerja
disalah satu perusahaan asing di Batam acap ke luar negeri, sebutan di luar,
Nur itu ditulis dengan Noor dibaca sama. Jadilah namanya M Noor Suwito.
Ingat Hermanto
Noor ini ingat pula Bambang Hermanto, Tahun 50 an banyak orang tua memberi nama
kepada anak lelakinya yang baru lahir dengan nama Bambang atau Hermanto, pada
saat itu Bintang film Bambang Hermanto sangat terkenal.
Hermanto, Bambang, Asman Abnur, Imbalo |
“Rumah kami di
Medan di Labuhan. “ ujar Hermanto. Lahir hingga remaja ia tinggal disitu
dilingkungan Masjid Labuhan, Diberi nama
Masjid Al-Osmani dibangun pertama kali oleh Sultan Osman Perkasa Alam
(Sultan Deli Ke-7) pada tahun 1854 Masehi. Masjid tertua di Medan. Putra beliau yang kemudian menyelesaikan
pembangunan masjid ini karena pada saat pembangunan masjid belum rampung,
Sultan Osman Perkasa Alam sudah meninggal. Hermanto pun ternyata mewarisi bakat orang tuanya dapat menghimpun kawan
kawan lama, dan menjadi koordinatornya, meskipun banyak lagi yang lebih tua
darinya.
Labuhan terkadang orang menyebutnya Labuan sekitar
20 kilometer dari Medan, dulu istana Kesultanan terletak di daerah itu, sebelum
penjajah membumi hanguskan istana yang terbuat dari kayu pilihan itu.
“Sebenarnya
menurut tutur atok atok kami orang Karo bermagra Sinuraya.” Jelas Her demikian
ia dipanggil dirumahnya. Jadi ingat
pendiri kota Medan abad ke 16 adalah Guru Patimpus orang Karo bermarga
Sembiring Pelawi. Apa ada kaitan dengan Kesultanan Haru atau Aru biarlah ahli
sejarah yang mengungkapkannya.
“Kalau di Batam
rumah kami dulu diatas laut, diujung tanjung.” Ujar Hermanto, mengingat sambil
tertawa orang orang yang rumahnya agak ke darat bagaimana buang air besarnya.
Ada istilah wc terbang, orang lama akan ingat itu antri menunggu di pelantaran
diatas laut, ada gubuk gubuk kecil berjejer ukuran 1 x 1,5 meter dengan dinding
dan atap seadanya, kadang terkunci.
Petang itu kami
bertemu di Masjid Jabal Arafah, selepas Ashar. Sudah sama sama tua, usia sudah
dapat bonus lebih dari 63 tahun. Bertemu kawan kawan lama ini ya kalau tidak di
Masjid bagi yang beragama Islam, bertemu di pemakaman, ataupun di majelis
perkawinan. Jarang saling kunjung mengunjungi, macam macam kondisinya.
“Datanglah
tanggal 28 April 2019 ini ada pertemuan Kawan Lama.” Ujar Hermanto mengajak
Asman Abnur, pengelola Masjid Jabal Arafah salah satu majid di Batam yang
menjadi tujuan kunjungan para wisatawan baik lokal maupun manca negara. Asman Abnur
Mantan Menteri Aparatur Negara ini pun orang tuanya awal 70 an sudah menapak di
Batam sebagai pedagang Emas.
Selamat Ber-MUBES
anggota KALAM......