Melayu Asli Batam : Yang Tersisa Dari Bumi Melayu Sungai Sadap Rempang Batam.


Gambar mungkin berisi: 5 orang, termasuk Imbalo Iman Sakti, orang tersenyum, orang berdiri, pohon, tanaman, luar ruangan dan alam
Jauh sebelum Indonesia merdeka daerah ini termasuk dalam wilayah Ke Sultanan Johor Riau dan Lingga.  Rempang termasuk salah satu pulau yang besar setelah Pulau Batam, dipesisir pantai banyak perkampungan nelayan, dari satu kampung ke kampung lainnya dihubungkan dengan perahu perahu nelayan dan kapal pedagang yang mengambil hasil tangkapan nelayan tersebut. (Kampung Sadap Perkampungan Suku Asli Batam Yang Perlu Perhatian )

Lumayan ramai perkampungan nelayan itu seperti di Cate, Sembulang, Nongsa dan tempat lainnya. Namun tidak semua penduduk di Pulau Rempang itu hidup menjadi nelayan, sebagian ada yang hidup dari hasil hutan, hingga sekarang.  Hasil hutan itu terkadang acap dibawa langsung ke Temasik (sekarang Singapura).  (Pak Kosot Suku Asli Batam Terakhir Dari Kampung Sadap ?)


Setelah akses jalan darat dari Batam hingga ke Pulau Galang Baru terbuka, transport darat memutus isolasi daerah daerah itu, termasuk kampung Bumi Melayu Sungai Sadap tempat pak Kosot bermukim. Pembalakan liar merajalela nyaris dari Batam hingga ke Galang Baru tak kita temui lagi pohon yang sepelukan orang. Bahkan pohon sebesar lengan orang dewasapun habis jadi kandang ayam , yang berdiri ribuan unit jumlahnya. Lokasi tanah disana pun sudah terkapling kapling entah siapa dan dari mana pemiliknya, terlihat plank papan nama orang disepanjang jalan itu.

Gambar mungkin berisi: Usman Yasin, berdiri, pohon, tanaman, langit, luar ruangan dan alamDi hulu Sungai Sadap bermukim keluarga pak Kosot, nama Islamnya Pak Abdul Manan, awal tahun 2000, hutan sekitar kediamannya masih rimbun, masih berkeliaran planduk, hulu sungai itu masih mudah dilalui sampai ke muara sungai yang bertemu dengan laut Cate. Pak Kosot bersama isteri dan ketiga anak lelakinya serta seorang anak perempuannya disyahadatkan ulang, konon katanya mereka  belum beragama, orang disana menyebut mereka Orang Asli, Orang Melayu yang tinggal di hutan, karena ada juga orang sampan, orang Melayu yang tinggal bermukim di sampan. 

Dulu jauh dari kebisingan, sekarang kampung itu, dengan mudah segala jenis kenderaan hilir mudik keluar masuk mengangkuti hasil kebun dari daerah itu. Kebun sayuran, buah buahan tumbuh subur pulak disitu. 

Pak Kosot dan isterinya sudah lama meninggal dunia, mereka terlahir sebelum lagi negara Republik ini merdeka, aku ikut melaksanakan fardu kifayah pada saat dia meninggal dunia, jenazahnya dibawak ke perkampungan desa Rempang Cate, dan dikebumikan disana. 


Kemarin menjelang lebaran aku datang lagi ke kampung Bumi Melayu Sungai Sadap, terdengar suara traktor menderu derum, suara dari sebelah selatan rumah peninggalan pak Kosot yang ditempati cucunya, tanah warisan itupun sebagian sudah beralih kepemilikan. Sebagian anak cucunya berpindah ke daerah lain mencari nafkah. Tak cukup lagi hasil hutan didapat dari kebun dan daerah itu, hanya tertinggal beberapa phon durian dan pohon kelapa dan pinang. Pokok ubi yang ditanampun enggan berbuah, kurang pupuk dan air tak cukup. Tanah disekitarnya tak bisa menyerap dan menyimpan air hujan.

Gambar mungkin berisi: orang berdiri, langit, rumah, pohon, luar ruangan dan alam
Pak Lamat anak pak Kosot, menerima bingkisan lebaran yang kami bawa, diapun sudah terlihat ringkih dan sudah tua, isterinya pula sejak di operasi katarak dua tahun lepas langsung buta tak dapat melihat. Kami berdiri dijalanan yang baru dibuka ditengah lokasi tanah pak Kosot dibuat mereka jalanan untuk traktor membersihkan lahan. Dengar kabar tanah peninggalan pak Kosot itu mau mereka jual. Karena sekelilingnya sudah jadi kebun sayuran dan buah buahan orang kota.
Pak Lamat sudah tidak bisa lagi bekerja ditempat lain, sudah tua siapa pula yang akan menerimanya bekerja, smenetara anak saudaranya bekerja di dapur arang. 

Rumah yang dulu ditempati pak Kosot sudah tak berbekas, bedah rumah dari pemerintahpun sudah rusak pula dimakan rayap, terlihat hanya sebuah rumah permanen yang juga dulu dibangun pemerintah sekarang ditempati cucu pak Kosot yang masih utuh. Sebuah mushola yang dulu kami dirikan disana sudah rusak parah, tak pernah dipakai lagi. Alang alang dan rumput liar memenuhi halamannya, plafond nyapun sudah rubuh begitu pula daun pintu dan daun jendela.

Tersenyum getir pak Lamat, waktu kubisikkan jangan dijual tanah peninggalan ini, aku hanya dijelingnya saja. Dru traktor masih berkumandang, kami tinggalkan pak Lamat penerus generasi orang Melayu Asli pendudk Sungai Sadap Rempang Batam Kepulauan Riau Indonesia itu.