“Nenek Gumala
agak kurang sehat.” Ujar Yangcik, perempuan paroh baya yang tinggal di Pulau
Sembur ini, melalui ponselnya siang tadi Jumat (31/5) Nenek Gumala agaknya perempuan tertua di Pulau Sembur itu, umurnya
sudah seratus tahun. Bisa jadi orang tertua di Batam.
Dimana pulak itu
pulau Sembur. Ada ribuan pulau di kepulaun Riau ini, baik yang berpenghuni
maupun tidak berpenghuni. Pulau Sembur masuk kedalam wilayah Batam. Penduduknya
lumayan banyak untuk unkuran pulau, sekitar 179 kepala keluarga. Kehidupannya rata rata
nelayan pantai. Dari Batam naik kederaan roda empat hanya sampai di Kampung
Baru Pulau Galang Baru Jembatan enam, jembatan akhir dari rangkaian Jembatan
Barelang Batam.
Dari Kampung Baru
harus naik pompong lagi sekitar satu jam. Melalui pulau pulau kecil berpenghuni
disekitarnya. Seperti Pulau Pengapit,
Pulau Nipah, Pulau Nanga dan lain lain. Sampailah kita ke Pulau Sembur. Nun disana
masih banyak lagi terlihat pulau pulau dengan nyiur melambai menambah indah
pemandangan selama dalam perjalanan dengan pompong sehingga tidak membosankan.
Sembur, pulau
terdekat dari Tanjung Pinang kalau hendak ke Batam, sebelum ada jalan darat menghubungkan
Galang dengan Batam, penduduk disana kegiatan ekonominya ya ke Tanjung Pinang. Namun sekarang mereka berulang alik dari Galang Baru ke Batam, sekitar satu jam pula perjalanan dengan kenderaan roda empat
Nenek Gumala,
sejak lahir, anak dara hingga ke usia senja sekarang ini hidup disana, bersama anaknya nenek Aye mereka diberi umur panjang. Suami mereka pula sudah tiada dipanggil yang maha kuasa.
“Dulu waktu pak Suryo
jadi wakil Gubernur Kepri, kami ada di undang berbuka puasa ke Batam.” Ujar
Yangcik lagi. Waktu itu nenek Gumala masih sehat dan kuat berjalan. Aku masih
ingat sewaktu nenek Gumala datang ke rumahku bersama para janda janda yang di
undang pak Suryo berbuka di rumah kediamannya di Duta Mas, nenek Gumala masih
terus meninting nasi kotak yang didapatnya dari acara berbuka puasa itu.
Kutanya mengapa belum dimakan, nenek Gumala menjawab, giginya sudah tidak lengkap
lagi dan tidak kuat gusinya memakan makanan yang keras seperti itu.
“Ada tiga puluhan
orang Janda tinggal di Pulau Sembur, belasan anak yatim” Ujara Yangcik lagi. Nenek Gumala kalaupun
diundang agaknya tak larat lagi nak ikut berjalan ke Batam. Dia lebih banyak
berehat di tempat tidur, sesekali keluar urai cucu perempuannya itu.
“Datanglah pak
Imbalo, nenek Gumala rindu betul dengan bapak.” Telpon Yangcik menghubungiku. Kalau
nenek Gumala asyik menyebut namaku. Dulu waktu sakit perutnya melilit, mungkin
sedari pagi kosong belum terisi makanan, susah menunggu kenderaan hendak pulang malam
itu juga ke Pulau Sembur, tak ada satupun kenderaan yang hendak mengantar lagi
karena memang sudah malam. Tak mungkin mencharter kenderaan tak cukup uang amplop yang diterima.
Kuajak nenek Gumala dan belasan rombongan yang lain
tidur di rumahku keesokan harinya baru kami antar Galang Baru. Akupun tak ingat
entah obat apa yang diberikan dari Klinik Hang Tuah, alhamdulillah perut nenek
Gumala sembuh, dan diberi makanan yang lembut.
Rupanya semua itu
diingat nenek Gumala, meskipun nenek Aye tak berapa selisih jauh usianya dengan nenek Gumala, tetapi kondisi nenek Aye jauh lebih terlihat segar.. Akupun sebenarnya sudah
lama juga tidak berkunjung ke Pulau itu, karena ada beberapa dai yang sudah
menetap disana. Acap bepergian ketempat pulau yang tidak ada dai nya dan jauh
pula dari jangkauan dan jarang pula dikunjungi orang.
"Ikutlah pak Imbalo." Kata Yuyun reporter dari koran lokal Batam Pos, beserta dua orang lelaki teman lainnya, saat bertemu dihalaman masjid Raya Batam selepas sholat Jumat tadi. Ayo ayok ramai ramai kita kesana. Mengunjungi saudara kita di pulau terpencil itu. "Saya titip sama Yuyun sedikit sedeqah pak." Ujar Iqbal Pemimpin Redaksi Batam Pos itu melalui ponselnya