Jalannya agak
perlahan sedikit sewaktu keluar dari masjid, kehalaman parkir. Ia tersenyum
menoleh kepadaku, saat ku panggil namanya. Terlihat beberapa giginya sudah
copot, agak meringis sedikit ia berkata : “ Asam uratku agak kambuh.” Kusalami
dia kuucapkan semoga lekas sembuh.
Lelaki yang
kutemui dihalaman masjid itu perawakannya masih seperti dulu tidak terlalu jauh
berbeda meski usianya kini sudah kepala enam. Lebih empat puluh tahun kami
berkawan, saat masih usia kepala dua lagi. Namanya Selamat Kasio, belakangan
ini kami acap bertemu di masjid Al Falah Lubuk Baja Batam, sama sama
melaksanakan sholat Taraweh di bulan Ramadhan 1440 H ini.
Karena sebaya
kupanggil saja sejak dulu namanya “Met”, Banyak yang bernama Selamat, dia lebih
dikenal dengan Selamat Untung, iya, dia adalah putra pertama pak Untung Kasijo,
pak Untung Mantri Kesehatan pertama di Batam. Orang lama Batam Insyaallah pasti
kenal beliau yang sudah almarhum sejak tahun 2005 yang lalu. Waktu itu belum ada dokter, ada bidan beberapa waktu kemudian.
“Kami 9 orang
bersudara, aku yang tertua, lahirnya di Surabaya.” Ujar Selamat lagi. Abang
kandung dari Dokter Amuransya, dokter spesialis kandungan cukup terkenal di
Batam ini, setamat sekolah menengah di Pangkalan Berandan menyusul orang tuanya
yang bekerja di Batam.
“Kalau ayah kami di Batam sejak minta berhenti dari
Angkatan Laut Tanjung Pinang.” Jelasnya lagi. Karena sering berpindah pindah
tugas pak Untung di dinas Kesehatan Angkatan Laut berpindah pindah ke Surabaya,
ke Ambon balik ke Medan dan terakhir di Tanjung Pinang, dia minta pensiun dini.
Pak Untung ayah mas Selamet asal Pangkalan Berandan ini menikah dengan boru
Lubis Siti Fatimah Zahara. Kedua mereka sudah meninggal dunia.baca : Hajjah Fatimah Zahara Lubis Dalam Kenangan.
Dulu di Sungai
Jodoh, rumah Selamat diatas pelantar, sejak datang ke Batam aku sudah kenal
dengan keluarga mereka. Pak Untung salah seorang tokoh yang peduli terhadap
sesama, rumahnya selalu terbuka untuk para perantau, apalagi seperti kami
perantau dari Medan terutama. Ibu Fatimah juga aktif di organisasi
kemasyarakatan, ibu Untung orang acap memanggilnya termasuk pendiri Ikatan
Keluarga Batak Islam (IKBI) Batam, sampai ke akhir hayatnya. Rumahnya tak
pernah sepi dari tamu. Termasuk yang mencari kerja saat itu. Perusahaan Mc.
Dermott tempat pak Untung bekerja, mantri kesehatan marinir ini cukup disegani
dan punya power saat itu.
Mas Selamat termasuk
tulang punggung keluarga, salut dengan pria ini sejak muda setamat dari sekolah
menengah dia membantu ekonomi keluarga,
“ Aku tak kuliah, tetapi alhamdulillah adik
adik bisa kuliah.” Jelasnya lagi, adik terakhirnya Agus Turbarianto lahir di
Belakang Padang Batam.
Beberapa dari
ponakannya sekarang menjadi dokter pengikut jejak kakeknya pak Untung di bidang
kasesehatan.
“Kami masih tetap
bertemu paling tidak sebulan sekali, arisan keluarga.” Kata mas Selamat padaku,
kebetulan hampir semua keluarga besar itu menetap di Batam. Meski ada yang di
Tanjung Pinang, Batam – Tanjung Pinang tidak lah berapa jauh. Mas Selamat masih tetap bersahaja, “Anak
anakku semua sudah besar besar.” Ujarnya lagi, masih ada yang belum menikah
tambahnya.
Orang orang mulai
sepi di parkiran masjid Al Falah itu, kami berpisah sementara, kawan lama yang
masih tersisa tak banyak lagi kami yang masih hidup, yang sudah meninggal dan
pindah entah kemana, tak terasa waktu terus
berjalan. Masih terbayang tempat tongkrongan kami diseberang jalan dari rumah
mas Selamat diaatas Pelantar Sungai Jodoh itu. Dari rumahnya menyeberang jalan
berpasir terkadang digenangi air laut yang pasang besar, harus menyinsing kaki
celanan. Kini sedikitpun tak berbetuk
lagi, gedung pencakar lagi, mulai merambah.
Semoga keluarga
baik budi ini tetap di rahmati Allah, terutama untuk sang bunda dan ayahbunda
pak Untung dan Ibu Siti Fatimah Zahara Lubis.