"Pak saya sudah menikah, alhamdulillah, dan sudah rumah sendiri." ujarnya padaku.
Upah menjadi penterjemah di Bangkok dia buat rumah kecil di distrik Kappe provinsi Ranong Thailand. Kampung isterinya.
Aku sengaja datang ke Ranong tidur dirumah barunya itu, satu kamar tidur agak besar, ruang dapur juga cukup luas dan ruang tamu. Ada kamar mandi didalam rumah.
Aku tidur diruang tamu yang tak punya peralatan apapun disitu, ada stop kontak untuk ngecharge handphone.
Senang sekali Nasri atas kedatanganku itu. Ia mengajakku jalan keliling kota Ranong dan berkata :
Aku tak lagi kerja di Bangkok, sekarang diminta mengajar agama disalah satu dari empat sekolah Kerajaan Thailand di Ranong. Jadi guru honor. Lumayanlah pak gajinya. tambahnya
Keesokan harinya kami ke Kawthoung Myanmar.
Ranong Thailand berbatasan dengan provinsi Dawei Myanmar.
Hanya dipisahkan selat Andaman lihat peta.
Saat itu Idul Adha. Di Indonesia sudah Sholat ied, namun di Thailand ke esokan harinya dan di Myanmar lusa hari pula.
Di provinsi Ranong populasi penduduknya tak sampai 200 ribu orang. Keluarga islam pun tak banyak. Dari 76 provinsi yang ada di Thailand Ranong paling sedikit populasi penduduknya.
Sudah tiga bulan ini sekolah ditutup. Karena Corona. Uang honor sebagai guru tak diberi lagi kata Nasri. Masjid tempat dia mengajar pun aktifitasnya terhenti.
Tangkap ikan lah sekarang, memang ke laut acap dilakoninya.
Laut Andaman terbentang luas. Diantara pulau pulau yang terletak di teluk Andaman itu, banyak terdapat kepiting dan belut yang hidup di air payau.
Disini namanya Pla lai di Patani orang bilang beluk pak, sekarang pula kurang laku, biasanya di ekspor ke luar negeri terutama ke china.
Masih adalah pak tak banyak. kata Nasri saat kutanya duitnya.
Nasri asal Palas Patani Thailand Selatan, tiga tahun ia di Batam dapat bea siswa dari yayasan AMCF belajar study Islam dan bahasa Arab. Bahasa Indonesianya mumpuni. Yang mana ada singkatan dan istilah baru acap ditanyakannya padaku.
Ayah saya meninggal dunia pak kata Nasri menghubungiku, waktu itu.
Nasri anak paling tua dari delapan bersaudara.
Akupun kenal dengan kedua orang tuanya, pernah pula tidur menginap di rumah mereka di Palas salah satu kampung di Patani.
Beban biaya hidup itu kini hampir tiga tahun sudah ditanggung oleh Nasri. Sejak Ayahanda tercinta meninggal dunia.
Ia tersenyum kecut, terlihat giginya menghitam sedikit kropos, padahal usianya masih sangat muda.
Seorang adik lelaki persis dibawahnya, kena narkoba sejak remaja saat bersekolah di Bangkok.
Sekarang sudah sembuh pak tetapi otaknya sudah tidak sempurna kata Nasri.
Saat kujenguk ke Palas, adik Nasri pulang ke rumah setelah menjual apa apa barang yang laku di rumah.
Ayah dan Ibunya tak dapat berbuat apa diancam bunuh olehnya. Setelah tak berdaya lagi, otaknya tak sempurna kata Nasri dia diam saja sekarang dirumah.
Seperti adik lelaki Nasri ramai kasusnya di Thailand. Mereka penderita seperti adik Nasri itu diberi uang setiap bulan sebesar 300 bath oleh pemerintah. Untuk menyarah hidupnya.
Yang sabar ya Nasri, semoga murah rezekimu. Cepat lah corona berlalu. Belut laku lagi. Nasripun bisa ngajar lagi.
Kita berjumpa lagi.
0 Response to "Nasri Khadeng : Beluk Itupun Tak Laku Lagi."
Post a Comment