Berkunjung ke Rumah Nenek Gumala di Pulau Sembur


 Gambar mungkin berisi: 3 orang, termasuk Imbalo Iman Sakti, orang tersenyum, orang duduk

Jadi juga kami ke Pulau Sembur Sabtu (1/6), satu pulau digugusan pulau pulau yang terletak di Kepulauan Riau antara Patam Batam dan Pulau Bintan, sekitar satu jam perjalanan dengan kenderaan roda empat dari Batam sampai ke Pulau Galang Baru melalui enam rangkaian jembatan Barelang. Dan sekitar satu jam pula dengan Pompong dari Galang Baru ke Pulau Sembur. Disitulah bermastautin nenek Gumala sejak lahir hingga remaja dan kini usianya mencapai 100 tahun. Sebelumnya kami sudah berjanji melalui telepon hendak mengunjunginya.  

Nenek Gumala lama duduk menunggu kami didepan pintu rumahnya. Rumah kecil ukuran sekitar 3 kali 5 meter itu tak berkamar tak pula ada dapur. Pintu masuk hanya satu di depan dan dua buah jendela satu di depan dekat pintu tadi dan satunya lagi di bagian sebalah kanan.  Diruangan itu terletak kasur dari busa tipis, tertutup separuh bagiannya dengan kain panjang lusuh sebagai sprai, ada batal kumal berwarna coklat tua sudah lama dipakai. baca : Nenek Gumala dari Pulau Sembur : Umurnya sudah seratus Tahun Perempuan Tertua di Batam



Masuklah ujarnya kepada kami, dia masih dibendul pintu beringsut masuk, tidak berdiri hanya menggerser punggungnya dari bendul pintu luar ke bagaian dalam,  aku masuk membungkuk melaluinya. Lantai rumah itu terlihat bersih terbuat dari papan yang diserut, taka ada tikar dan tak ada pajangan apapun yang tergantung didinding rumah itu.

Kusalami Nek Gumala sambil masuk tadi, dan aku duduk dekat kasur tempat tidurnya, karena kasur itu terletak agak ke tengah ruangan dan bantalnya pula sejajar dengan pintu masuk tadi, agaknya kalau nenek Gumala sedang berbaring matanya masih dapat melihat keluar. Dia tersenyum, berdua dengan adiknya nenek Iye dan seorang lagi adiknya nomor tiga datang menghampiri kami. “Kami masih ada empat orang yang hidup adik beradik perempuan.” Kata nenek Gumala,  ketika kutanyakan nenek seorang yang baru datang tadi duduk bersama kami. “Yang seorang lagi tak bisa kemari, hujan jalan licin.” Kata Yangcik anak perempuan nenek Gumala. 

Disudut ujung tempat baring nenek Gumala tadi ada beberapa pinggan kosong, dan mangkuk dan ceret plastik berisi air. “Nenek tak mau tinggal bersama kami, jadi makanan dan minuman kami antar kesinin.” Ujar Yangcik lagi. Rumah nenek Gumala baru saja di renovasi (bedah rumah) oleh pemerintah. 

Sejak pagi dari Batam, sampai ke Kampung Baru Galang Baru, hujan terus menerus, terkadang berhenti sebentar gerimis, panas dan terkadang lebat. Spead Boat yang rencana membawa kami, ke Pulau Sembur tempat kediaman nenek Gumala, sebelumnya sudah berjanji, tiba tiba mesinnya rusak, waktu Juhur sudah lewat, ya masih untuk ada pompong yang bersedia membawa kami meskipun hujan gerimis masih turun lagi. 

Sudah lama juga tidak bertemu dengan nenek Gumala, aku dipandanginya terus, aku sengaja datang menemuinya karena dikabarkan dia sakit dan acap pula menyebut namaku. Dia hanya tersengil, memajukan sedikit mukanya,  pendengarannya agak terganggu, jadi tak didengarnya apa yang kukatakan. “Agak kuat sedikit bicaranya, tak apa apa.” Kata nenek Aye yang duduk disebelahnya. Tak sampai hati pula nak bicara kuat kuat, jadi nenek Aye lah yang menyampaikan apa yang kukatakan.

Beberapa anak anak tetangga mulai berdatangan melihat kami, beberapa ibu ibu pun datang masuk kedalam rumah itu. Ramadhan tahun ini sepi orang yang datang ke Pulau itu, ujar Yangcik Putri ke enam nenek Gumala, yang rumahnya dekat rumah nenek Gumala. 

Tak lama kami dirumah nenek Gumala, karena rencana hendak ke Pulau Lain pula bersilaturrahmi, sedikit zakat untuk beliau dan para janda serta para anak yatim di kampun itu kami tinggalkan Pulau Sembur, jalanan masih berair dan licin, tetapi hujan sudah reda dan matahari pula bersinar kembali.

" Sehat sehat selalu, InsyaAllah Syawal mendatang kita berjumpa lagi ya nek." Ucapku kepadanya.