Akhirnya Anshari
Armada Agung Siambaton, dipanggil oleh yang maha kuasa, pemuda 40 tahun itu
menghembuskan nafas yang terakhir petang senin (27/5) menjelang berbuka puasa. baca : Berbuka di Rumah Sakit Embung Fatimah Batam. Semoga Lekas Sembuh Ary.
“Uda, bang Ari
sudah gak ada.” Ucap Luluk sambil terisak menahan tangis, melalui ponselnya
menghubungiku dari Rumah Sakit Embung Fatimah Batam. Luluk adik perempuan Ari, iya memanggilku Uda, yang artinya pakcik panggilan bagi kami orang Angkola. Luluk,
yang terus menerus berada di rumah sakit itu. Hampir dua bulan Ari terbaring diruang
ICU rumah sakit itu, ditengah malam itu, ia dibawa seseorang ke rumah sakit
sudah tidak sadarkan diri. Konon katanya ditemukan tergeletak dipinggir jalan. Belum
tahu apa penyebabnya, apakah tabrak lari, tetapi tidak terdapat luka ataupun
goresan ditubuhnya, apakah dipukul orang, ada tulang rusuknya yang patah dan
sekitar lehernya memar. Sepeda motor yang dikendarainya, tidak rusak, hanya
kaca spionnya saja yang pecah.
“Hari ini
dua bulan kurang dua hari dia di rumah sakit.” Ujar ayah ari di tengah tengah
para takziyah.
Sepekan sebelum
kematiannya, dokter memindahkan Ari keruang perawatan dari ruang ICU, kelihatan
kondisinya agak membaik, tangannya sudah dapat merespon bila digenggam tetapi
suara yang dikeluarkan dari tenggorokannya tidak jelas terdengar. Namun setelah
dipindah keruang rawat, tak lama kemudian kondisinya menurun dan kritis, ia
kembali dibawa ke ruang ICU, hingga akhir hayatnya.
Selepas berbuka
aku bergegas ke perumahaan Mansang tempat tinggal mereka, jenazah sedang dalam
perjalanan ke rumah duka, kusempatkan shalat isya dan taraweh dimasjid dekat
rumah bang Setia Ambaton ayah Ari. Penceramah di masjid itu memberikan ceramah
singkat tentang kematian, wa bil khusus tentang almarhun Ari. Dan mengajak para
jamaah untuk hadir di rumah duka.
Kak Butet Ijah,
ibu Ari sebentar sebentar membuka kain selendang putih penutup muka jenazah
Ari, seakan tak puas dia memandangi wajah anaknya “Anak Panggoaran” Hampir dua bulan pula dia tidur di koridor
ruang ICU rumah sakit Embung Fatimah itu, menunggui, menjagai putra pertama,
anak kesayangannya itu. Beberapa kali aku membesuk kesana, kak Butet Ijah
sangat berharap apa penyebab kemalangan yang menimpak anaknya itu dapat
diketahui. Jangan hilang begitu saja. Namun apalah daya, informasi yang diterima dan didapat
minim sekali.
Selepas juhur setelah
di shalatkan di dekat masjid di dekat rumahnya, kami antar jenazah Ari
kepemakaman umum Bagan Sei Pancur Batam. Ramai kaum kerabat turut serta
mengiringinya, namun kak Butet Ijah, tak ikut bersama, matanya sembab tak tega
melihatnya.
Allahumagfir lahu
warhamhu wa ‘afuhi wa ‘fu’anhu. Semoga Allah mengampuni segala dosa dosa Ari,
dan menerima segala amal baiknya. Keluarga yang ditinggalkan dalam ketabahan.