Islam di Myitkyina (2)


Dari catatan perjalanan ke Burma

Kota-Kota diMyanmar.

Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
plank nama majelis ulama Myitkyina
Aku, sudah beberapa kali ke Yangon, kota terbesar di Myanmar Burma, dulu, Yangon sebelum tahun 1985 adalah ibukota negara Myanmar, dikota ini puluhan masjid besar dan kecil berdiri, hingga kini KBRI masih berlokasi di Yangon, meskipun ibukota negara itu sudah pindah ke Nay Pyi Taw.
  
Demikian pula di Nay Pyi Taw, ibukota negara Burma sekarang, terletak sekitar 500 kilometer dari Yangon,  kota sedang dikembangkan ini, di  distrik distrik disekitarnya seperti Yamethin tempat acap kami  kukunjungi, banyak masjid berdiri, yang sudah berumur ratusan tahun.  
Di Mandalay, kota terbesar kedua setelah Yangon sekitar 200 kilometer dari Nay Pyi Taw, terdapat puluhan masjid berdiri disana. 
Tak ada data pasti berapa populasi umat muslim di Burma, namun ada ratusan masjid besar dan kecil di negara mayoritas Budha itu, sampai ke perbatasan dengan Thailand seperti di Tachilek, Kow Thoung, Myawadi. puluhan masjid ada disana, hampir merata diseluruh Burma ada masjid. 
 
Selepas keluar lapangan terbang Myitkyina, tak berapa jauh, sebelah kanan jalan terlihat menara sebuah masjid, tak terlalu besar masjid ini, tetapi menandakan bahwa disitu ada komunitas muslim. Kami menuju pusat kota, hendak makan, penjual makanan halal rupanya sedang libur, aku dibawa teman kerumahnya, dan makan dirumahnya, lauk daging qurban, terasa nikmat,  karena sejak subuh belum makan nasi lagi.  Di airport Mandalay, aku hanya makan beberapa buah pisang dan air mineral.

Sebelumnya sudah kuberitahu kepada kawan itu,  kalau bisa nginap dekat masjid, Alhamdulillah ada sebuah hotel persis didepan Masjid Central Myitkyina.  Lumayan mahal taripnya 25 usd untuk warga asing. Tak ada pilihan hotel kecil itu sudah yang termurah taripnya.  
Selepas Mandi, aku bergegas ke masjid Central di depan masjid itu, ada ratusan jamaah sedang berkumpul menunggu sholat maghrib. 
Aku bergabung dengan kawan yang menjemputku tadi, dia mengenalkanku kepada jamaah lain. 

Gambar mungkin berisi: luar ruangan
masjid beraksara china
Kami berkenalan, banyak yang ingin ditanya dan disampaikan, kesulitan bahasa menjadi kendala. Beberapa orang jamaah bisa berbahasa melayu, pernah bekerja di Malaysia, sangat membantu mendapatkan informasi. Meskipun bahasa melayunya terbatas.  
“Umurkuku sudah hampir 70 tahun belum pernah jumpa orang Indonesia datang kemari” kata seorang jamaah. Tapi dia tak berkenan berpoto dan dipoto.

Di Myitkyina, di kotanya saja ada tujuh buah masjid lumayan besar, "Hari jumat masjid ini penuh sesak semuanya" ujar Salim teman yang membawaku naik speda motor mengunjungi masjid masjid itu. Ada sebuah masjid yang kukunjungi nama masjidnya ber-aksara China di depannya. Imam masjid yang bicara denganku menyatakan bahwa masjid yang di imaminya ini sudah berdiri sejak zaman Dinasti Qing lagi. Sejak kakek kakeknya.  
Kalau dimasjid lain postur tubuh imam masjidnya mirip orang Pakistan atau India, dimasjid ini pula mirip orang China. Imam masjid di Myitkyina begitu juga di kota lain di Burma, punya kuasa penuh menentukan hal-hal tentang hukum Islam, seperti menentukan awal puasa, ramadhan dan idul adha.

Hampir diseluruh Burma menganut mazhab Hambali, bahkan daerah Thailand yang berbatasan dengan Burmapun, dimasjid-masjidnya, tata cara sholatnya sama. 
“Aamiin nya gak terdengar ya pakcik” ujar Abdullah teman seperjalanan dari Malaysia yang hanya diizinkan oleh orang tuanya sampai di Mandalay saja. 
Dia menungguku di Mandalay dan setelah itu kami bergabung lagi di Yangon. Karena alasan keamanan di Myitkyina,  konon katanya tidak kondusip, berbahaya. Jadi aku ke Myitkyina sendirian saja.

Ratusan jamaah Masjid Central Myitkyina saat itu, ternyata datang dari berbagai kota di Burma, seperti dari Yangon, Mandalay dan kota kota disekitarnya, mereka tidur di Masjid sebagaimana layaknya jamaah tablig. 
Dan memang mereka tergabung dalam Jamaah Tablig. Sengaja buat acara pertemuan dalam rangka menyambut Idul Adha di Myitkyina.  Jadi silaturahmi antar muslim ini tetap terjalin melalui Jamaah Tablig salah satunya.
Untuk warga Burma tidak dilarang tidur di masjid, tetapi untuk orang asing tidak dibenarkan, harus tidur di hotel. Mungkin itu sebabnya tidak ada jamaah dari negara lain datang kesana. Tarif Hotel lumayan mahal. 

“Pintu keluar masuk ke India sekarang ditutup” ujar salah seorang jamaah menjelaskan kepadaku, sambil membentangkan kedua telapak tangannya disilangkan."Close" 
Demikian pula daerah perbatasan antara kawasan Kachin ini dengan China, disanalah sering terjadi kontak senjata. “Tapi itu jauh diperbatasan sana.” Jelasnya lagi. "Berjam-jam dari sini naik kenderaan." tambahnya lagi. Disini insyaallah aman.

“Tidak tahu berapa jumlah muslim disini”, katanya lagi, saat kutanya.  Hanya saja ada ratusan kepala keluarga muslim mendiami sekitaran masjid, dan puluhan pula mendiami sekitaran surau. 
Tidak masaalah untuk memotong hewan qurban disini, tetapi kami pusatkan di beberapa tempat saja, seperti di masjid Central ini misalnya, karena terletak di tengah kota, disini, tidak di potong hewan qurban, jelas mereka lagi. Harga hewan qurban tidak jauh berbeda dengan di Yangon maupun di Mandalay.... (bersambung....)

Related Posts :