Islam di Myitkyina (1)


Gambar mungkin berisi: 1 orang, berdiri dan luar ruangan
masjid central myitkyina burma
Dari Catatan Perjalanan ke Burma
Dimanakah itu Myitkyina?

“Tak usahlah anda kesana.” Ujar kawan menasehatiku, bukan hanya staf Kedutaan Republik Indonesia saja yang melarangku,  kawan orang lokal negara wilayah Myitkyina itupun juga  melarangku.   
Tetapi saat kutanya apa mereka sudah pernah kesana?. Mereka malah balik memandangiku, mereka hanya mendengar kabar sedang terjadi konplik,  kontak senjata di daerah itu, antara tentara pemerintah dengan tentara pemberontak. Lagian jalanan kesana tidak terlalu bagus, tambah mereka lagi. Not Safe condition. 

Tekadku sudah bulat harus ke Myitkyina. Sudah lebih sepuluh tahun keinginan itu tercetus dalam hatiku. 
Kembali kawan menasihati kalau mau kesana juga lebih baik naik pesawat terbang. 
Alhamdulillah, keinginan itu terlaksana, Hari itu (23-8-18) selepas subuh hari kedua idul adha 1439 H aku berangkat naik Bus dari Yamethin ke Mandalay, karena hanya ada penerbangan dari Mandalay ke Myitkyina. 
Dari Yamethin ke Mandalay naik Bus ongkosnya 6000 Kyiat,  ditempuh hampir empat jam,  perjalanan, sekitar 300 kilometer.  Aku diturunkan sang supir disimpang empat jalan menuju Bandara Internasional Mandalay, sekitar 39 kilometer dari pusat kota, mereka tahu kalau aku mau terbang ke Myitkyina,  dari simpang itu ke terminal airport, naik ojek motor sebesar 3000 kyiat, jaraknya hanya sebelas kilometer. Setara dengan 30.000,- rupiah.

Penerbangan ke Myitkyina dari Mandalay hanya sekali sehari, dilayani pesawat ATR 72 500/600, sekali jalan, seharga 125 usd, pesawat berbaling baling itu mendarat dengan mulus sekitar pukul 15.50 waktu setempat, setelah menempuh sekitar 1 jam 10 menit. 
Lapangan terbang kecil,  appronnya juga kecil sederhana sekali, aku keluar dari terminal, duduk dikursi, menunggu teman yang sudah dikontak sebelumnya. 
Teman itu datang,  aku dibawa kembali kedalam ruang kedatangan dan pasportku dicatat, nomor telephon, dibuku doble folio menggunakan bulpoint, mereka bicara yang tak kumengerti. Rupanya mereka belum mencatat kedatanganku, 

Di airport Mandalay perlakuan terhadap seluruh pendatang asing seperti penerbangan Internasionall layaknya. Melalui petugas imigrasi meskipun pasport tidak di chop seperti di Sabah dan Serawak Malaysia.. Hanya bording pass saja yang di chop oleh pihak imigrasi. 

Myitkyina daerah laluan para kafilah dan kabilah.

Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
negara ini berbatasan dengan negara berpenduduk terbesar didunia
Mengapa aku begitu ngotot seperti kawanku katakan ingin ke Myitkyina, ia, memang setelah melihat geographi daerah itu dari google map, Myitkyina,  berbatasan dengan Kunming Yunan China dan dengan Assam India.  
Rasanya tidak yakin kalau tidak ada komunitas Islam disana, batinku. 
Dan ternyata sejak Dinasti-Dinasti China silih berganti, daerah itu adalah laluan para kabilah dan kafilah.  Setelah islam abad ke enam, laluan itu terus didatangi dan dilalui para kafilah dan kabilah. Termasuk lah saat dimasa Dinasti Ming, daerah Selatan China Kunming Yunan itu, melahirkan seorang Laksamana yang terkenal di dunia yang tiada bandingnya hingga ke masa kini yaitu Laksamana Cheng Ho.  

Di Provinsi Yunan, jutaan komunitas muslim hingga kini menetap disana. Di Assam pula ratusan ribu kaum muslimin hidup tertindas sejak mereka digabungkan dengan India, Assam yang berbatasan dengan Bhutan, Nepal, Bangladhes serta Pakistan dan Khasmir ini penduduknya mayoritas muslim. Perdagangan kedua wilayah ini menghasilkan keturunan dari kedua wilayah, begitu juga dengan budaya dan agama.  

Nah Myitkyina terletak diantara kedua wilayah komunitas muslim, kalau melihat data dari wikipedia, 98 persen penduduk Myitkyina adalah Kristen, sisanya Budha.  Kota Myitkyina terletak di bagian utara negeri Burma, yaitu Myanmar sekarang, salah satu negara bagian di Burma ini di huni mayoritas etnis Kachin, etnis Kachin sebagian mendiami perbatasan China dengan Burma.  
Seperti negara bagian Rakhin dihuni etnis Rohingya. Kalau etnis Rohingya kulitnya mirip orang Bangladhes, etnis Kachin ini pula lebih mirip orang China. Komplik perbatasan dan lain lain sebagainya hingga kini membuat berbagai pihak belum mendapatkan kesepakatan. 
“ Dua bulan mendatang pintu masuk ke India dibuka kembali.”  Ujar seorang jamaah masjid Central padaku, saat kutanya masih bisa jalan ke Assam lewat darat. (bersambung.....)