Perjalanan Minal Masjid Ilal Masjid Di Sumatera Utara: Kamipun Mengulang Sholat Jamaah Bersama Ahmadiyah.


Foto Imbalo Iman Sakti.

"Kita sholat disini saja wak." ajak Rubi Ginting.
"Cari masjid yang agak besaran sajalah" ujarku. Setelah melihat masjid yang terletak ditepi jalan itu terlihat kecil dan kumuh, dipenuhi semak.

"Sudah azan, lagian ini dipinggir jalan wak " ajak Rubi Ginting lagi. Rubi Ginting Mahasiswa Mahad Abu Ubaidah Medan ini, bersama kami memandu perjalanan dalam rangka Minal Masjid Ilal Masjid di Provinsi Sumatera Utara, khusus ke daerah minoritas muslim. Yaitu Kabupaten Simalungun , Karo.
Mobil Ford yang disupiri Rubi pun diparkir di tepi jalan, jalanan antara Kaban Jahe dengan Brastagi itu melalui Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Disitulah terlah rumah ibadah warga Ahmadiyah itu.
Kami bertiga masuk kedalam masjid, imam telah mengucapkan takbiraturihram, selesai salam, bertiga kami langsung melaksanakan sholat jamak takdim.
Tak banyak jamaah sholat hanya 7 orang dewasa termasuk kami bertiga, dan beberapa anak anak.
Di depan mimbar terlihat gambar bintang/matahai bersegi banyak, rata semua tidak seperti logo Muhammadiyah yang segi seginya ada yang panjang dan ada yang pendek.
Di dinding sebelah pintu masuk terpampang gambar tata cara sholat dan kalender Ahmadiyah yang tertulis izin pendirian badan hukum organisasi itu.
Rupanya Rubi dan pak Akiah Barabag teman seperjalanan asal Sabah Malaysia ini, mengerti juga apa yang kulihat.
Salaman dengan sang Imam yang masih muda asal Bogor itu, kami basa basi baru dari Guru Kinayan melihat Gunung Sinanbung.
Pak Akiah bertanya langsung, apa beda Muhammadiyah dengan Ahmadiyah, bukan sang imam yang menjawab, tetapi pengetua Ahmadiyah disitu menjelaskan bahwa persamaannya banyak hany sedikit perbedaan tentang imam Mahdi, yang menurutnya sudah tiba, sedikit dijelaskannya tentang Mirza Gulam Ahmad.
Sembari menunjukkan sebuah mushaf Al Quran yang terletak diatas mimbar, dan menunjukkan kepada Rubi Baga, "Al Qurannya sama",jelasnya,  disamping Al Quran itu terletak buku yang tebalnya hampir tigakali Al Quran yang dipegangnya berupa Tafsir dari ulama Ahmadiyah.
"Ada sekitar 150 orang jamaah Ahmadiyah disini" jelasnya lagi.
Kami diam saja, tapi saling pandang, kemudian ia menjelaskan lagi.
"Kami tidak sesat" .
"Kalau kami sesat kami tunjukkan Quran ini" ujarnya lagi.
Padahal kami tidak bertanya tentang kesesatan Ahmadiyah kepadanya.
Tetapi bertanya kepada ustadz Emir Tambunan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta. Tentang kesesatan Ahmadiyah.
Kami pamitan pulang karena hendk chek out dari Hotel dan pulang ke Medan.
Bertiga kami senyum dan sepakat mengulang sholat Zuhur dan Ashar di masjid yang lain.