Pendiri Kota Medan Itu Orang Karo Islam Yang Taat Lho.



Gambar mungkin berisi: langit, pohon, rumah, tanaman, awan, rumput, luar ruangan dan alam
Masjid di Desa Guru Kinayan Hancur diterjang Letusan Gunung Sinabung
Ternyata tidak semua orang Karo mengetahui bahwa pendiri Kota Medan itu adalah bermarga Sembiring. Guru Patimpus Sembiring Pelawi, namanya diabadikan jadi nama sebuah jalan di Medan, terletak sebuah tugu disitu. "MONUMEN GURU PATIMPUS SEMBIRING PELAWI PENDIRI KOTA MEDAN TAHUN 1590" Bangunan bentuk segi empat itu, diatasnya berdiri sebuah patung, seorang lelaki memegang tongkat.

"Evi tahu enggak kalau yang mendirikan kota Medan ini kalak Karo"? ujarku dengan tekanan suara tanda tanya kepada Evi Rehulina Ginting.
Evi perempuan 40 an ini masih keponakanku, ibunya beru Barus, seorang adik ibunya perempuan menikah dengan adikku lelaki. Terkadang dia memanggilku Wak dan terkadang memanggil Uda.
Awal tahun lalu kami bertemu di rumah ibunya di jalan Pancing Medan, sudah lama juga enggak berjumpa. Banyak yang kami bincangkan terutama tentang agama yang dianutnya sekarang.

Kedua orang tuanya beragama Islam. Orang tua lelaki sudah meninggal dunia.
"Ompung kami tidak punya agama" ujar Evi, konon katanya sejak usia remaja dia sudah tertarik dengan agama yang dianutnya sekarang.
"SMP dan SMA aku di sekolah Katolik" akunya.
"Bagaimana mungkin ompung kalian tidak punya agama" bantahku. Menjelaskan, kalau sekarang Evi umur 40 tahun orang tua sekitar 70 tahun, sementara ompung kalau masih hidup sekitar 100 tahun.
Sementara Guru Patimpus adalah seorang Muslim yang taat, disebut GURU bukanlah orang sembarangan, sudah menjadi Islam tahun 1590, lebih empat ratus tahun yang lalu.

Beliau adalah penguasa Medan, pengaruhnya luas sampai wilayah sekitarnya.
Jadi abad ke 16 Kota yang selanjutnya menjadi ibu Kota Kesultanan Deli itu sudah diperintah oleh Guru yang sangat taat dengan agamanya Islam. Sementara agama yang dianut Evi sekarang masuk ke daerah itu pada akhir abad ke 19.

Evi memandangku, seakan tak percaya seraya berkata "Biarlah Uda bilang aku sibandal"
Kami juga berbincang masaalah hukum tentang waris, Evi hanya dua bersaudara, seorang adiknya lelaki, bernama Rubi Ginting, mendengarkan kami berbincang.
"Tak jadi soal bagiku harta warisan", ujar Evi lagi. "Aku sudah mantap dengan agama yang sekarang" tambahnya lagi.
Kujelaskan padanya bahwa, tidak benar ompungnya tidak beragama, karena sejarah mencatat lebih empat ratus tahun yang lalu orang Karo sudah mengenal Agama Islam. Itu kalau dimulai dari Guru Patimpus, Guru Patimpus menikah dengan Putri Penguasa di daerah itu yang sudah beragama Islam.

Evi melantunkan beberapa bacaan Al Quran surah-surah pendek, termasuk bacaan Fatihah yang memang sudah dihafalnya sejak kecil.
"Aku masih hafal lho Uda ayat ayat itu" gumamnya. Dan memang dia masih fasih mengucapkannya. 
Malam itu kami berpisah, Evi pulang bersama suaminya kerumahnya, besok kami rencana hendak ke "Gunung", bagi kalak Karo ke gunung itu ke kampung halaman, ke Brastagi atau ke Kabanjahe.
Iya keesokan harinya kami ke Kabanjahe mengunjungi Gunung Sinabung yang tak henti hentinya erupsi sudah hampir sepuluh tahun.