“Dik, naik apa ya
ke TBS dari sini yang murah.” Tanyaku pada seorang pemuda yang sedang duduk
dikursi persis dipintu jalan keluar surau airport KLIA2 lantai dua. Kulihat ia
sedang memegang handphonenya. Dan aku hendak duduk memasang sepatu.
Hari itu penerbanganku
ke India sekitar pukul 6 petang, sementara aku baru selesai sholat subuh dan
sholat sunat lainnya, hari masih pagi sekitar pukul 8 waktu setempat. Masih banyak
waktu lagi sekitar 10 jam.
Pemuda itu
memandangiku, entah apa yang ada dipikirannya aku tak tahu. “Naik Bus saja bang.”
Katanya menjawab. Iya dari KLIA2 ke KL central naik train sekitar 40 rm naik
taksi online bisa mencapai 60 rm. Aku pernah naik bus dari Airport Subang ke
KLIA hanya 10 rm.
Pemuda itu masih
terlihat muda badannya kekar tampangnya melayu banget. “Saya pun nak balik, ini tadi
mengantar emak ke Sabah, saya bukan orang sini, saya asal Perak.” Katanya lagi
setelah kuberitahu aku dari Batam sengaja awal datang ke KLIA2 nak berangkat ke
India, belum pernah menggunakan e visa kesana, mana tahu ada kendala jadi awal
awal datang. Tetapi masih lama lagi penerbangannya jadi nak jumpa kawan dulu di
Kuala Lumpur.
“Sayapun nak keluar,
bolehlah ikut saya saja.” Kamipun melangkah keluar bersama, keruang parkir dan Juardi Taha demikian dia mengenalkan diri
padaku mengajakku naik keretanya. Jangan panggil abanglah aku sudah tua,
panggil pakcik saja ucapku. Juardi tersenyum tetap saja memanggilku abang.
Kami menyusuri
jalanan, sambil berbual, rencanaku ke Taman Maluri pun diantar oleh Juardi, mampir
di rumah anak yatim Al Khadeem, Juardi, baru mengenalkan diri bahwa dia Tentara
Laut Diraja Malaysia masih aktif tetapi sudah memasuki usia 40 tahun, cerita
jadi menarik saat menyinggung klaim Cina terhadap Laut Natuna, Laut China Selatan dan datangnya
kapal kapal Cina ke Laut yang banyak ikan itu yang sedang disengktakan oleh
beberapa negara termasuk beberapa pulau milik Malaysia yang selama ini di jaga
oleh TLDM seperti Juardi.
“Kami dilatih
oleh Tentara Indonesia.” Kata Juardi saya lama bertugas di Pulau Layang Layang
yang masuk wilayah Malaysia. Banyak sekali ikan disana kata Juardi lagi. Jarang
pulak nelayan dari Malaysia kesana. Tambah Tentara yang sudah bertugas di
berbagai negara ini, termasuk kesannya saat bertugas di Somalia.
“Somalia itu negara
Islam, rakyatnya memang sangat miskin, tak sampai hati kita nak tembak mereka. Ujar
pria beranak tujuh ini, sementara menunggu waktu pensiun, TLDM usia 40 tahun
sudah tidak aktif lagi di kesatuan.
“Saya sekarang
belajar berniaga Gas.” Ujar Juardi Taha,
pada waktu awal berkenalan dia pun mengenalkan dirinya hanya peniaga Gas.
Banyak yang kami ceritakan soal Gas, kebetulan akupun seorang pensiunan dari
Pertamina salah satu perusahaan minyak yang juga menjual Gas.
Badannya yang
kekar mudah saja baginya mengangkat dua tabung gas 15 kilogram dipundaknya. “Masih
muda sekali dan cekatan, apa tak diperpanjang usia di kesatuan tentaranya.”
Tanyaku pada Juardi yang terus akrab ini setelah cerita asal atok atoknya dari
Sulawesi yang belum pernah dikunjunginya itu.
“Ada juga kawan
yang dipanggil lagi.” Ujar Juardi anak pertama dari sebelas bersaudara ini. Yang
besar di Sabah kampungnya dekat Lahat Datu itu. Tengah hari itu kami makan di
rumah anak Yatim Al Khadeem yang dikelolah buya Umar dan Umi Azizah itu, lepas
Zuhur aku diantar Juardi dengan keretanya ke stasiun Bus TBS. Sembari diperjalana
kuajak Juardi dan keluarganya main ke Batam. Tak begitu jauh dari Perak ke
Larkin Stulang laut naik Bus sekitar 70 rm. Sementara dari Stulang Laut terminal
ferry Johor ke Terminal Ferry Batam Center sekitar 90 rm. kataku menjelaskan tak begitu mahal bila hendak ke Batam.
Aku turun dipintu
kedatangan terimal bus Tasik Selatan itu dan naik kereta keKLIA2 sekitar 35 rm.
Terim kasih Juardi sudah berkenalan dengan mu dan sudah bersedia bersama
setengah hari dan mengantar keberbagai destinasi. setelah itu kami pun terus berhubungan melalui medsos yang ada.
Semoga sehat selalu dan
pelanggan Gasnya bertambah banyak.