Terus bergolak hingga ke hari ini, bermacam macam hal yang terjadi bantahan dari berbagai pihak. Dan terakhir dari kelompong pengamat hak asasi manusia internasional Human Right Wacht (HRW) menganggap pemerintah China melakukan pelanggaran HAM secara massal dan sistimatis terhadap kaum minoritas muslim di Xinjiang.
Bertemu Murad.
“Yindhinixya” ucapku, setelah menjawab salam dari Al Murad, awal pertemuan, Murad, demikian nama pemuda berbadan kekar itu, mengiraku orang Malaysia.
Soal pertanyaan dan tak dikenalnya orang Indonesia di benua China itu, membuat geram Ashari, yang bersamaku dalam program “Bekpeker Dakwah” ke negeri Tirai Bambu itu.
Kami termasuk bekpeker yang nekat, hanya berbekal bahasa alakadarnya dan buku kamus bahasa Indonesia – Mandarin, kami mulai perjalanan dari Batam – Kuala Lumpur dan dari Kuala Lumpur dengan penerbangan murah Air Asia, kami jejak Kunming ibukota provinsi Yunnan, kota paling Selatan di China.
Meskipun Chengdu tidak seramai Kunming, banyak hal yang menarik kami temui di Chengdu, terutama mengenai umat Islam nya.
Mereka peduli dengan makanan halal.
3hari dua malam di Chengdu, perjalanan kami lanjutkan ke Utara, meskipun dalam map China tempat yang kami tuju terletak di Barat Laut Cina, yaitu provinsi Xinjiang otonomi Urumqi.
Dari Chengdu dengan kereta api selama 48 jam melalui gurun jalur sutera, dua hari kemudian tiba di Urumqi tengah hari, sekitar pukul 12.00 waktu setempat.
Walaupun waktu Kuala Lumpur dengan dengan Urumqi sama, tetapi waktu shalat subuh di Urumqi adalah pukul 03.20 dini hari, nah lho sementara shalat juhurnya pukul 13.20.
Jadi di Urumqi waktu siangnya, saat ini, lebih panjang dari malamnya. Hari pertama di kota mayoritas muslim Uyghur itu rombongan kami berjalan mengelilingi kota, hampir semua rasanya ceruk kota dah di jalanai, photo sana photo sini, banyak sekali momen momen yang sayang dilewati, kaki ini sudah tak larat nak berjalan di usiaku yang ke 61, dan memang akulah orang tertua dirombongan kami.
Aku menyerah, pulang sendiri ke hotel, teman yang lain melanjutkan “tawaf” nya ke tempat tempat lain. Berjalan perlahan, menyusuri jalan semula, sembari mengingat ingat gedung yang sudah dilewat, takut tersesat, kalaupun tersesat, paling juga naik taksi ke hotel yang sudah dicatat alamatnya, dalam perjalan pulang itu terkadang aku berhenti berehat, di bangku – bangku yang banyak tersedia di kota wisata itu, hari sudah pukul 18.30 petang, tetapi sinar matahari masih terang tak terlihat warna merahnya.
Masjid di kota Urumqi |
Tahu kalau aku dari Indonesia, orang cina dan dalam kamus yang kubaca, Indonesia dilafalkan Yindhinixya.
Murad bertanya “Apa yang boleh saya bantu untuk pakcik” kata Murad, menjelaskan kalau dia pernah ke Jakarta dan lima tahun di Kuala Lumpur.
“jadi saya boleh sikit bahasa melayu” ujarnya lagi.
Pucuk dicinta ulam tiba, senang sekali hatiku berkenalan dengan Murad, pertemuan tak terduga duga ini, sering kualami di negeri minoritas Islam yang tak mengenal Indonesia dan dapat berbahasa Melayu.
Dengan bahasa alakadarnya, kuutarakan keinginanku hendak mengunjungi pemukiman suku Uyghur, yang kebetulan juga adalah bangsa dan sukunya Murad.
Dan alangkah bahagianya hatiku kalau dapat shalat jumat juga disitu ujarku pada Murad.
Bertukar nomor telpon berpoto bersama, aku mengatakan kalau datang ke Urumqi tidak sendiri, tetapi bersama rekan enam lagi yang sedang keliling melihat lihat kota. Murad berjanji akan datang dan membawa kami ke tempat-tempat khas kehidupan bangsa Uyghur.
Murad meskipun baru berusia 30 tahun, adalah pebisnis yang termasuk sukses. Di Uyghur umat muslimnya puluhan juta jumlahnya, tetapi masih kala persentasi dengan suku Han yang terus menerus memasuki daerah otonomi Cina itu.
Kami agak hati hati membicarakan hal ini.
Kebijakan pemerintah Komunis Cina, seperti tak dibenarkannya kaum Uyghur yang bentuk phisik dan bahasa nya jauh sekali dari suku Han itu memakai jenggot, adalah hal sensitif yang dibicarakan.
Tetapi satu dua orang tua lanjut usia masih terlihat memakai jenggot yang sudah memutih, “Iya dilarang memakai dan memelihara jenggot dibawah usia 45 tahun” ujar Murad menjelaskan.
Disinggung soal hilangnya pesawat terbang milik Malaysia MAS MH370, dan awal sebelum dinyatakan “berakhir di lautan “ Uyghur, adalah tersangka, satu orang penumpang pesawat itu yang memakai paspor palsu adalah berkebangsaan cina dari suku Uyghur.
Kulihat Murad sering dan acap memperhatikanku, entah apa yang ada didalam pikirannya tentang aku, mungkin kopiah yang selalu kugunakan selama di negeri para Shaolin ini, membuat iya terkesan akupun tak tahu.
Baca juga : Sungguh Allah Pencipta Yang Sempurna,
Dihari Jumat seperti yang dijanjikan, Murad membawa kami, seorang yang menyupiri kami temannya Murad adalah seorang Polisi. Tak menyulitkan kami melalui beberapa kali pemeriksaan sampai keperkampungan suku Uyghur. Barikade tentara dan polisi layaknya daerah bergolak seperti di Aceh jaman DOM dan di Patani Selatan Thailand, begitu juga di Mindanao Filiphina, hal yang sama berlaku juga di seluruh wilayah Urumqi.
Alhamdulillah, aku yakin dan percaya perjalanan kami selama di Urumqi dan pertemuan dengan Al Murad pria beranak dua ini, semua diatur Allah SWT. (Imbalo)