Dari New Delhi ke Aligarh. Ada Unjuk Rasa disana.





"Kita naik bus saja ke Aligarh.” ajak Abdullah kepadaku. 
Ya sememangnya kota Aligarh ini salah satu kota yang hendak kutuju dalam perjalananku ke India. 

Disitu, di Aligarh ada sebuah Universitas Muslim terbesar dan tertua di Asia Selatan. Abdullah kuliah disitu, pemuda asal Pataya Bangkok Thailand ini kukenal saat ia kuliah di Mahad Said bin Zaid di Batam. 

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih, orang berdiri, malam dan luar ruanganNaik bus sekitar tiga jam kami tiba distasiun bus Aligarh, lumayan banyak yang dilihat bila naik bus sepanjang perjalanan. Ongkosnya sekitar 170 rupe satu orang sekitar 34 ribu rupiah. Busnya itu dua bangku sebelah kiri tiga bangku pula sebelah kanan. Orang berjejalan, naik turun disepanjang jalan.
Busnya bentuk khas bus India hampir seperti kotak empat segi catnya buram dan kotor, sebagian dinding baknya berkarat.

Bentuk rumah disepanjang jalan yang kami lalui bentuknya hampir mirif semua, rata rata rumah penduduk disana tidak ada rabung dan atapnya. Lantai bagian atasnya tempat aktifitas jemur pakaian bermain dan ada juga tempat tidurnya. Kayak di film film boliwud itu, kalau lirik lirikan ya dari atas balkon rumah itu. 

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih, orang berdiri, malam dan luar ruanganDari stasiun bus Aligarh kami naik Bajay ke rumah kost Abdullah, melalui gang gang kecil, setelah lewat di kampus Universitas Aligarh, di depan pintu gerbangnya ramai mobil dan truck aparat berjaga. Aku tak bisa membedakan yang mana tentara dan polisi India. Tetapi setiap wilayah punya polisi sendiri sendiri. Aparat itu sampai ke dalam komplek Universitas itu dan didalam sekelompok Mahasiswa sedang melakukan unjuk rasa.

“Bapak mau tengok.” Tanya Abdullah.  seraya hendak memberhentikan Bajay yang kami tumpangi
Aku tersenyum. Sememangnya tujuanku ke India hendak melihat aksi unjuk rasa itu, secara langsung. Nanti sajalah kita kerumah dulu ujarku pada Abdullah. Bajay kami terus melaju meliuk liuk dijalanan kecil di selala sela perumahan dosen yang ada terpampang tulisan nama dan jabatannya di depan pintu rumah masing masing.

“Ada tiga ribu dosen disini pak.” Ujar Abdullah lagi , sewa kamar kami sekitar 600 rupe satu bulan. Satu rang tamu ruang tidur dan kamar mandi sebelahnya dapur. Abdullah ditinggkat dua.  Ruang tengah itu dilapisi semacam plastik yang bisa menahan sejuknya udara Aligarh saat itu.  

Setelah makan, sengaja isteri Abdullah masak Tomyam sebagaimana janjinya. Kami ke pasar hendak beli sim card India. Sejak dari New Delhi lagi Internet sudah susah aksesnya. Aku tak tahu, mengapa, konon katanya pemerintah india membatasinya sebab banyaknya aksi unjuk rasa diseluruh India tentang Undang Undang Kewarganegaraan yang baru diresmikan bulan Desember 2019 yang lalu. Tak ada satupun kios kios yang menjual Sim Card India yang baru harus ke Airtel dikantor dealer resminya.

Akupun diberi jaringan wifi dari hp Abdullah tetapi lelet sekali. Betul betul sangat terbatas. Ya sudahlah registrasi memakan waktu hingga beberapa lama tak tahu, tunggu persetujuan dari yang berwenang. Bisa berhari hari. Malam itu kami bersama Abdullah naik motor mengunjungi kampus, Mahasiswa masih tetap berdemo, ada dibeberapa tempat. Membentangkan sepanduk dan banner, ada yang membakar lilin. Tuntutan yang sama mencabut Undang Undang yang baru disahkan itu, yang diskriminatif terhadap kelompok Islam. 

Di depan pintu masuk sebelah luar aparat masih berjaga jaga, tapi tidak sebanyak tadi siang. Akupun melangkah dan bergabung dengan mereka. No. CAA . Citizenship Amandement Act. No. NRC. National Register of Citizens of India.