Agra India. Disana di Kota Taj Mahal itupun Protes Kewarganegaraan yang Diskriminatif Bergema.







Setelah dari New Delhi kami ke Aligarh. Dari Aligarh pula ke Agra, kami tiba di Stasiun Bus di Agra, hari telah magrib, dari stasiun Bus yang ramai hiruk pikuk itu kami menuju pangkalan Bajay, tawar menawar dan tunjukkan alamat tempat hotel yang kami mau menginap, sengaja pesan, tak jauh dari komplek Taj Mahal. 

Udara di bulan Januari ini, masih dingin di Agra. Aku segera masuk ke kamar hotel yang dilapisi partisi dari bilahan papan, jadi terasa hangat sedikit. 
Kekamar mandi, alhamdulillah ada hot water aku ambil wuduk dan sholat Isya dan Magrib dengan dijamak dan diqoshor.

Pagi keesokan  harinya, kami berjalan kaki ke komplek Taj Mahal,  hanya berapa ratus meter saja telah sampai gate masuk ke komplek itu. Yang mahal Biaya masuk, bagi warga asing sebesar 1200 rupe setara dengan 240 ribu rupiah.

Pengunjung sudah membludak,  terlihat banyaknya rombongan dari mana mana berdatangan ada yang dengan bus, di parkir agak jauh dari komplek. Ada yang berjalan kaki saja. Macam macam asal negara, terlihat dari wajah wajah mereka yang datang itu.
“Saya sudah bolak balik masuk kedalam jadi bapak saja yang masuk ya, bisa kan, mahal ongkos masuknya.”ujar Abdullah. 
Aku mengangguk mengiyakan. 
Aku masuk dari Gate Timur, kulihat penjaga dengan senjata terhunus dimana mana. 
Tadi disitu, dipintu masuk itu banyak penjual cendera mata dan juga  penjual makanan. 
Terpampang spanduk dan banner penolakan Undang Undang Kewarganegaraan India yang baru disahkan bulan Desember 2019 yang lalu. Undang Undang yang sangat diskriminatif terhadap umat Islam ini. 
Kuambil beberapa photo spanduk banner itu. Akupun masuk ke komplek Taj Mahal. 


Cukup luas komplek itu, ada kolam dan air mancur didepan bangunan menuju bangunan utamanya. Tamannya terawat rapi, beberapa pohon tua masih tumbuh subur. Hendak masuk naik tangga bangunan Taj Mahal, kita diberi sarung alas sepatu untuk masuk ke komplek makam yang di samping kanan kirinya ada terdapat masjid. 
  
Stelah sepatu disarungi, kuberjalan ke bangunan masjid. Kumasuki masjid setelah melepas sepatu. Masjid itu seperti bangunan masjid zaman dinasti Mugul berwarna bata merah, Masjid yang dulu digunakan sang Sultan sholat sembari ziahar mendatangi makam isterinya tersayang Sah Jehan. 
Dari pintunya terlihat bangunan Taj Mahal, antara halaman masjid dengan halaman samping Taj Mahal itu dilapisi pasangan batu alam bermotip indah, terlihat beberapa orang pekerja sedang memperbaiki bagian yang rusak. Aku berjalan mengelilingi masjid, sebagian lantainya ada yang mulai rusak dan ada yang baru diperbaiki, hampir seluruh ruangan itu dipenuhi kotoran burung merpati, ada petugas cleaning service yang sekedarnya saja memebersihkannya.
Terlihat, ada juga pengunjung yang sholat tahyatul masjid disitu, karena memang bangunan di samping bangunan Taj Mahal itu adalah masjid. 

Indah sekali bangunan Taj Mahal itu, satu dari keajaiban dunia, yang tiada taranya, didalam bangunan yang seluruhnya terbuat dari batu pualam itu didalamnya hanya terdapat sebuah makam sang putri terkasih. 
Kuberpikir dan kutanyakan pada Abdullah saat diluar, bagaimana hukumnya bangunan yang megah itu dan sungkup segi delapan tempat makam sang putri yang terbuat dari ukiran batu pualam itu.?
Entahlah Allah yang maha tahu. tetapi yang jelas komplek makam yang sangat terkenal didunia ini adalah salah satu tujuan wisata dan sumbangan devisa bagi negeri India.

Kukelilingi sungkup makam putri Sah Jehan. Salamku kepada sang ahli kubur, salam ya ahli kubur,  semoga, Allah mengampuni segala dosa dosamu, makam sang putri dalam ukiran indah batu pualam yang tiada taranya didunia, terawat rapi.

Konon katanya ada yang mengatakan bahwa pembuat pengukir batu pualam makam itu dibunuh setelah selesai mereka membuatnya, agar tak ada yang bisa lagi membuat ukiran seperti itu, ditempat lain. Wallahualam.

Aku tak percaya itu, hanya cerita mendiskreditkan saja. 
Kumelangkah keluar sekitar dua jam didalam berkeliling komplek Taj Mahal,  banyak sekali manusia terus berdatangan keluar masuk komplek itu. 
Setelah dari Taj Mahal, kuajak Abdullah sholat di Masjid Jamak Agra, yang tak kalah besar dan indah bangunannya.   
Tetapi, hampir semua masjid Jamak yang kukunjungi selama di India tetap sama agak kotor, dan ribuan burung merpati berterbangan kesana kemari sembari membuang kotorannya dimanapun dia berada.