Paskalis Rafael ST, Pencatat Meteran PLN Batam : Aku Sudah Islam Sekarang Pak.





Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih, orang berdiri dan luar ruangan






Tengah hari itu kulihat Rafael sedang duduk dibangku yang ada di depan mini market Hang Tuah Bengkong Polisi. Kuhampiri dan kusalami dia, terlihat agak lesu, tetapi dia tetap tersenyum, agak menahan sesuatu yang tersimpan dipikirannya. Entah apa pulak yang sedang dipikirkan lelaki kelahiran Lembata Flores 30 an tahun ini. 

Setahun yang lalu, persis seperti di bulan Ramadhan seperti tahun ini 1440 H yang bertepatan dengan tahun 2019 M, ia yang mula menegurku, dan menyalamiku. Senyumnya terlihat gembira, tanganku digenggamnya kuat. Waktu itu aku lupa siapa dia. Berbajau seragam abu abu, khas petugas PLN pelayanan Listrik, yang mencatat meteran listrik.

“Aku Rafael pak, dari dulu ngurusin meteran yang ada di komplek sekolah ini.” Katanya mengingatkanku. Memang ada belasan meteran listrik terpasang di komplek Sekolah Islam Hang Tuah, sekolah yang kami kelola ini terletak di jalan Ranai Bengkong Polisi. Ada yang tambahdaya, ada yang dipindahkan karena bangunannya direnovasi, jadi macam macam. Terkadang minta dispensasi di loss kalau lagi ada acara Sekolah.

Aku masih belum ingat siapa pemuda yang menyalamiku itu, terus Rafael bercerita.
 “Empat tahun yang lalusetelah jumpa kita jumpa, saya terus sunat (khitan) dan masuk Islam.” Tambahnya lagi. 
Mataku mengernyit, tetap tak dapat mengingatnya.  Tetapi aku tetap tersenyum. 
“Terima kasih banyak pak atas nasihatnya, menyuruh saya masuk Islm, saat itu saya benar benar galau, ditinggal ister dan anak.” Ujarnya lagi.

Gambar mungkin berisi: 2 orang, termasuk Imbalo Iman Sakti, orang tersenyum, luar ruangan 
Hampir lima puluh tahun menetap di Batam, sejak penduduk Batam masih puluhan ribu, hinggalah mencapai jutaan orang, banyak sekali kenalan dari berbagai pelosok tanah air, baik yang muda maupun anak anak. Beragam suku, beragam agama, berbagai strata kehidupan. Tak terhitung pula yang sudah bersyahadat ulang dan dikhitankan. 
“ Saya sudah menikah lagi dan sudah punya anak satu.” Ujar Paskalis Rafael ST. 
Aku mengangguk angguk seakan ingat hal itu, tetapi berusaha mengingat. Dan Rafael terus bercerita, bahwa : 
“Sudah lama saya ingin berjumpa bapak, mau ngucapin terima kasih.” Ujarnya menambahai nasihat bapak itu menyentuh hati saya. 

Kuajak ia berpoto. Kupegang bahunya, kutanya apakah sudah bisa sholat, dia tersenyum. 
“Alhamdulillah lancar pak, kalau puasa ini kadang terbatal juga pak.” Katanya lagi.
Aku terharu melihat ketulusannya, bercerita tanpa beban, ikhlas dan terus tersenyum terlihat gembira. “Kalau bisa puasanya jangan tinggal lagi, kalau benar benar ada halangan yang dibenarkan agama.” Ujarku lagi.
        
Meskipun hampir setiap akhir bulan tim Rafael datang mencatat meteran listrik di tempat kami, tidak pulak setiap bulan bertemu dengan dia. Nyaris hampir setahun baru bertemu lagi saat kulihat ia terduduk agak lesu di depan mini market tadi siang. “ Rafael puas.” Tanyanku basa basi, ia mengangguk, kutanya bulan ini ada yang batal, dengan mlu malu sedikit Rafael mengatakan bolong dua hari. 

Gambar mungkin berisi: 1 orang, berdiri dan sepatu“Panas sekali pak, enggak tahan aku waktu itu, hausnya, lapar sih tidak.” Ucapnya jujur. 
Agak lesu, kenapa, tanyaku pada Rafael. Ternyata muallaf ini teringat anak lelakinya dari isteri pertama yang telah bercerai. 
“Mantan isteri dan anak saya itu sekarang sudah masuk Islam pak.” Jelas Rafael, rupanya pikiran Rafael ke mereka,  mangkanya terlihat agak melamun dia. Bercampur aduklah pikirannya. 

Jadi ingat iklan PLN di televisi nasional tentang seorang anak lelaki yang teringat saat hendak berangkat sholat, biasanya sang Bapak yang memakaikan dan mengikatkan sarungnya, tetapi sang bapak sedang bertugas di pedalam demi nyalanya lampu di Nusantara.

“Kalau nikah lagi dengan mantan isterimu yang pertama itu gimana.” Tanyaku pada Rafael. Ia tersentak kaget dengan pertanyaanku yang mungkin tak diduganya. “Isteri yang sekarang mungkin gak mau dan gak ngasih pak.” Jawab Rafael tersenyum. “Tapi Rafael bersedeia kah.” Tanyaku lagi menggoda. Rafael, menggeleng lemah, Ia hanya rindu terhadap anaknya.

Rafael bergegas kembali bekerja memeriksa meteran yang ada melekat di dinding bangunan dan mencatat anggka akhir yang tertera, ratusan meteran yang harus dicatatnya setiap hari sembari terkadang mendongakan kepala ke atas, itu agaknya nya yang membuat Farael terasa haus yang berlebihan.

Semoga Allah tetap melindungimu dan memberi berkah. Dan tetap tabah menghadapi segala cobaan.