Apa hubungannya Klenyem dengan PKI?
Ya begini ceritanya.
Akhir tahun 50an penganan ini menjadi salah satu kegemaran kami, terutama adikku yang umurnya selisih 3 tahun. dariku.
Tahun 50an itu, kami dari Medan, pindah ke Besilam kecamatan Padang Tualang sekitar empat kilo meter dari Tanjung Pura Langkat. Nenek dari pihak ibu berasal dari Langkat Tanjung Pura, kami diajak kesana ada kerjaan untuk ayah di perkebunan. Nenek dari pihak bapak dari Sipirok Tapanuli Selatan.
Kedua daerah ini meski berjauhan ratusan kilometer masih satu propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Langkat ini berbatasan dengan Aceh. Sementara Kabupaten Tapanuli Selatan ketika itu berbatasan dengan Padang. Luas sekali ya Sumut.
Tinggal di perkebunan karet sebagian besar pekerjanya transmigrasi dari Jawa Timur.
Sebelum karet ditanami atau ditempat yang tidak ditanami boleh dipakai untuk berladang. Untuk mendapatkan lahan bercocok tanam itu kita harus masuk serikat buruh tani yaitu Serikat buruh Tani Indonesia. Kata orang tua kami, jangan harap dapat lahan garapan kalau tidak masuk bti.
Ubi, salah satu tanaman favorit disamping yang lain. Hasilnya dibuat saut, tiwul, gaplek dan penganan lainnya seperti direbus saja kami namakan roti sumbu.
Minyak goreng cukup langkah ketika itu kalau
pun ada bau nya tengik warnanya kecoklat coklatan. Kecuali kita masak
sendiri dari buah kelapa. Masih ingat empat buah kelapa dimasak bisa
menghasilkan minyak satu botol.
Nah Klenyem ini terbuat dari ubi kayu diparut diperas sedikit agar tidak lembek dibulat bulatkan dalamnya dibubuhi gula merah. Gula merah waktu itu cukup banyak bahkan gula yang terbuat dari enau ini sebagai bahan pemanis kopi. Gula tebu warnanya masih merah.
Saking senengnya adikku dengan penganan yang digoreng ini Atok kami yang orang Langkat menggelarinya Klenyem. Meskipun sebagian orang di tempat kami menyebut penganan itu ondol-ondol.
Jemblem kata mbak Aida Al Qaddumi nama penganan ini tidak setiap hari ada yang menjualnya ditempat kami biasanya dijual saat buruh perkebunan gajian biasa 2 kali satu bulan.
Nah dekat rumah kami ada stasiun kereta api Aceh.
Namanya DSM (Deli Spoorweg Maastchappij) susah ya nyebut pokoknya naik sepur. Semua gerbongnya masih tulisan Belanda, Disetiap gerbong ada tulisan "Dilarang Meloedah" , tiga kali sehari ulang alik dari Medan ke Aceh pagi tengah hari dan petang.
Ramai pedagang kue dalam bakul dan tampi hilir mudik didalam gerbong penumpang kereta api itu.
Kalau ada duit mau beli klenyem ini ya disitu , biasanya ada atau gak ada penumpang yang naik atau turun kereta api tetap berhenti paling tidak 10 menit.
Hari ini aku ingat 60 tahunan yang lalu kue ini sudah lama sekali tak kumakan. Tak tau entah sudah berapa tahun. Adikku Klenyem pun sudah berpulang Atok dan Nenekku juga sudah lama menghadap Ilahi Robbi.
Tadi ponakanku ngasih tau ada kiriman dari mbak Ika, aku lupa siapa mbak Ika.
Sehabis sholat Ashar kubuka bungkusan itu. Rupanya jemblem sungguh enggak sangka mbak Aida isteri dari mas ustadz Sugiono Supriyadi ini membuatkan aku jemblem atau Klenyem.
Aku terharu kue ini mengingatkan aku masa kecil kecil dulu.
Kucoba sebuah ...kugigit....tapi tidak nyemprot gulanya... apa karena sekarang mulutku sudah lebar ya....
Tetapi aku sangat berterima kasih kepada mbak Ika atau Aida yang begitu perhatian padaku.
Jad ingat kami harus pindah dari perkebunan itu karena Ayah kami meninggal disitu dan ibu tidak mau jadi anggota bti. Kami kembali ke Medan dan tak lama PKI memberontak untuk yang kedua kalinya.
Beberapa kali kembali ke perkebunan yang dulu banyak Gerwani dan BTI nya itu kawan kawan masa kecil banyak yang hilang bapaknya tak tau entah kemana. Nyaris pula banyak yang terlibat orang dulu mengatakan begitu walaupun hanya karena cuma masuk untuk mendapatkan lahan, sama dengan Perbum di Pertamina.
Mungkin ada yang belum tau kali BTI itu apa? underbownya PKI. Yang sekarang ramai dibicarakan
Ya begini ceritanya.
Akhir tahun 50an penganan ini menjadi salah satu kegemaran kami, terutama adikku yang umurnya selisih 3 tahun. dariku.
Tahun 50an itu, kami dari Medan, pindah ke Besilam kecamatan Padang Tualang sekitar empat kilo meter dari Tanjung Pura Langkat. Nenek dari pihak ibu berasal dari Langkat Tanjung Pura, kami diajak kesana ada kerjaan untuk ayah di perkebunan. Nenek dari pihak bapak dari Sipirok Tapanuli Selatan.
Kedua daerah ini meski berjauhan ratusan kilometer masih satu propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Langkat ini berbatasan dengan Aceh. Sementara Kabupaten Tapanuli Selatan ketika itu berbatasan dengan Padang. Luas sekali ya Sumut.
Ondol Ondol, Klenyem atau Jemblem ya sama saja dari ubu diparut dan digoreng |
Tinggal di perkebunan karet sebagian besar pekerjanya transmigrasi dari Jawa Timur.
Sebelum karet ditanami atau ditempat yang tidak ditanami boleh dipakai untuk berladang. Untuk mendapatkan lahan bercocok tanam itu kita harus masuk serikat buruh tani yaitu Serikat buruh Tani Indonesia. Kata orang tua kami, jangan harap dapat lahan garapan kalau tidak masuk bti.
Ubi, salah satu tanaman favorit disamping yang lain. Hasilnya dibuat saut, tiwul, gaplek dan penganan lainnya seperti direbus saja kami namakan roti sumbu.
Masjid Azizi Tanjung Pura Langkat |
Nah Klenyem ini terbuat dari ubi kayu diparut diperas sedikit agar tidak lembek dibulat bulatkan dalamnya dibubuhi gula merah. Gula merah waktu itu cukup banyak bahkan gula yang terbuat dari enau ini sebagai bahan pemanis kopi. Gula tebu warnanya masih merah.
Saking senengnya adikku dengan penganan yang digoreng ini Atok kami yang orang Langkat menggelarinya Klenyem. Meskipun sebagian orang di tempat kami menyebut penganan itu ondol-ondol.
Jemblem kata mbak Aida Al Qaddumi nama penganan ini tidak setiap hari ada yang menjualnya ditempat kami biasanya dijual saat buruh perkebunan gajian biasa 2 kali satu bulan.
Nah dekat rumah kami ada stasiun kereta api Aceh.
Namanya DSM (Deli Spoorweg Maastchappij) susah ya nyebut pokoknya naik sepur. Semua gerbongnya masih tulisan Belanda, Disetiap gerbong ada tulisan "Dilarang Meloedah" , tiga kali sehari ulang alik dari Medan ke Aceh pagi tengah hari dan petang.
Ramai pedagang kue dalam bakul dan tampi hilir mudik didalam gerbong penumpang kereta api itu.
Kalau ada duit mau beli klenyem ini ya disitu , biasanya ada atau gak ada penumpang yang naik atau turun kereta api tetap berhenti paling tidak 10 menit.
Hari ini aku ingat 60 tahunan yang lalu kue ini sudah lama sekali tak kumakan. Tak tau entah sudah berapa tahun. Adikku Klenyem pun sudah berpulang Atok dan Nenekku juga sudah lama menghadap Ilahi Robbi.
Tadi ponakanku ngasih tau ada kiriman dari mbak Ika, aku lupa siapa mbak Ika.
Sehabis sholat Ashar kubuka bungkusan itu. Rupanya jemblem sungguh enggak sangka mbak Aida isteri dari mas ustadz Sugiono Supriyadi ini membuatkan aku jemblem atau Klenyem.
Aku terharu kue ini mengingatkan aku masa kecil kecil dulu.
Kucoba sebuah ...kugigit....tapi tidak nyemprot gulanya... apa karena sekarang mulutku sudah lebar ya....
Tetapi aku sangat berterima kasih kepada mbak Ika atau Aida yang begitu perhatian padaku.
Jad ingat kami harus pindah dari perkebunan itu karena Ayah kami meninggal disitu dan ibu tidak mau jadi anggota bti. Kami kembali ke Medan dan tak lama PKI memberontak untuk yang kedua kalinya.
Beberapa kali kembali ke perkebunan yang dulu banyak Gerwani dan BTI nya itu kawan kawan masa kecil banyak yang hilang bapaknya tak tau entah kemana. Nyaris pula banyak yang terlibat orang dulu mengatakan begitu walaupun hanya karena cuma masuk untuk mendapatkan lahan, sama dengan Perbum di Pertamina.
Mungkin ada yang belum tau kali BTI itu apa? underbownya PKI. Yang sekarang ramai dibicarakan