Memberi Salam, Sunnah Yang Nyaris Hilang


masjid cotabatu 1

Catatan Perjalanan
Imbalo Iman Sakti
- Filipina -
Pagi itu mini bus yang akan membawa kami telah standby di depan Hotel tempat kami menginap.
Selepas sarapan, kami dibawa ke kantor Hadja Bainon G Kiram. Disamping sebagai Regional Vice Governor Aotonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM), Madam Bainon ini, juga Sekretaris Departemen Kesejahte raan Sosial dan Pembangunan (DSWD – ARMM).
Terletak dalam satu komplek dikelilingi tembok tinggi, belasan bangunan dari berbagai instansi yang menyangkut peranan wanita, ada disitu.
Sejak ketibaan kami di Lapangan Terbang Cotabatu yang mendampingi kami, sekretaris Madam Bainon, seorang wanita, selama empat hari keberadaan kami disana, sekretaris pribadi Madam Bainon ini terus bersama kami. Wanita paroh baya, berkerudung ini dengan cekatan menyiapkan semua keperluan, baik itu acara seminar ataupun kunjungan.
Sejak menjejakkan kaki di Manila, terlihat peran wanita sangat dominan disana. Perempuan Islam dengan mudah dikenali karena semua memakai kerudung. Tak kira di Mall-Mall, banyak dari mereka yang berdagang. Di sektor pemerintahan pun banyak perempuan Filipina yang memegang tampuk pimpinan. Dua presiden Filipina adalah wanita. Di MRT dan LRT, gerbong untuk wanita dipisahkan. Hendak masuk/keluar Mall saja pun, lelaki perempuan, jalannya terpisah.
Di Cotabatu peran ini semakin nyata, entah karena ratusan tahun dalam perang, banyak lelaki yang memanggul senjata dan berperang, jadi terpaksa wanita yang mengganti peranan lelaki, mencari nafkah.
Menikmati suasana Cotabatu, mini bus kami meluncur arah keluar kota. Dari jauh terlihat bangunan masjid megah didominasi warna putih. Empat menaranya menjulang tinggi, kubah besar warna kuning ditengahnya, agak mirip dengan masjid emas di Brunei, dan memang yang membangun masjid putih itu adalah Sultan Hasanal Bolkiyah. Masjid ini menjadi land mark Cotabatu.
Karena letaknya diluar kota dan jauh dari pemukiman, Masjid ini hanya ramai pada shalat Jumat saja. Terletak persis di muara teluk Moro. Menjadi tujuan turis dan kunjungan pasangan anak muda. Mereka berpoto ria baik didalam maupun dihalaman masjid yang luas itu. Melihat pakiannya mereka bukanlah Muslim karena yang wanita tidak memakai kerudung.
Ada moment posisi berpoto yang mereka lakukan adalah mengangkangi bangunan masjid. Didalam poto, seluruh bangunan masjid itu akan terlihat dibawah selangkangan mereka. Dan posisi yang lain adalah dengan membungkuk, seperti posisi rukuk, pantat mereka mengarah ke bangunan masjid. Entah apa maksud nya berpose seperti itu.
Meskipun Mindanao dan empat provinsi lainnya adalah Pemerintahan otonomi Muslim, tetapi mayoritas penduduknya non muslim. Sejak dijajah Spanyol dan Amerika, tanah-tanah pertanian yang subur banyak dimiliki pihak non muslim. Pengaruh budaya penjajah pun sangat terasa sampai kehari ini, budaya itu melekat, dalam keseharian. Sampai kepelosok, dari yang kecil sampai yang tua, mereka menggunakan bahasa inggris disamping bahasa daerah.
Kata Hai, Hallo, how are you sapaan saat berjumpa dan bye bye, see you, hal yang acap digunakan. Cipika, Cipiki adalah hal yang lumrah. Padahal teman itu pengurus pemuda Islam.
Nyaris tak terdengar salam – Assala mualaikum – saat bertemu dan berpisah. Teman seperjalanan setuju, “ Mari kita mulakan”.
Dan itu kami laksanakan, menebarkan salam, sepanjang perjalanan. Dalam penutupan Seminar tentang potensi wakaf di Hotel Eston, di ruang yang ada patung besar berdiri, patung Bunda Maria. Doa dalam bahasa Arab pun dilantunkan seluruh peserta.
Kepada vice Gobernor Hj Bainon, perihal ini kami harap dapat terus dilaksanakan. Amin (***)