Mengunjungi Pusat Tharikat Naqsybandiah di Kuala Besilam Langkat.

Bangunan berbentuk masjid itu bukan lah masjid, tetapi makam tuan Guru Besilam
Bangunan berbentuk masjid itu adalam komplek makam Tuan Guru Besilam

Tengah hari itu setelah selesai sholat Zuhur di Masjid Azizi dan Makam Tengku Amir Hamzah Sastrawan dan Pahlawan Nasional di Tanjung Pura Langkat,  kami menuju Kuala Besilam.

Kuala Besilam sebuah Desa di Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Sejak ratusan tahun yang lalu kampung ini cukup terkenal sampai ke luar negara. Desa kecil sekitar 65 kilometer dari Medan, punya sejarah panjang dalam perkembangan Islam. Disitu terletak makam Syekh Abdul Wahab Rokan, yang dikenal juga dengan Syekh Besilam, Syekh Besilam ini merupakan murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah.

Syekh Besilam lahir tahun 1811 dan wafat tahun 1926, dalam usia 115 tahun  di Langkat Tanjung Pura. Anak dari Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Haji Abdullah Tambusai, seorang ulama besar yang 'abid dan cukup terkemuka saat itu.

Pendiri Tharikat Naqsybandiah ini mendapatkan lokasi tempat dari wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, sebagai Raja Langkat pada saat itu. Disitulah ia menetap mengajarkan Tarekat Naqsybandiah hingga akhir hayatnya.

Awal Mei 2018 lalu bersama rekan dari Sabah Malaysia kami mengunjungi Desa itu, bagiku ziarah ke kampung itu termasuk ziarah ke makam ayah kandungku seindiri. Makam Syekh Besialm terletak didalam bangunan seperti bangunan masjid diluar bangunan itu terletak makam para kerabat dan warga sekitar, disitulah ayahku dimakamkan sejak tahun 1959 yang lalu.
 Foto Imbalo Iman Sakti.
Dari Medan kami pindah ke Kuala Besilam tahun 1958, di Langkat empat kilo meter dari Kuala Besilam, banyak keluarga dan kerabat dari pihak ibu bermukim. Konon awal tahun 1900 an Raja dari Sipirok Tapanuli Selatan, belajar agama Islam di Besilam Dalam. Bersama dengan puluhan Sultan Sultan dan Raja Raja dari seluruh Sumatera dan di Luar Sumatera termasuk juga dari Luar Negara.
Daftar nama nama Kesultanan dan Kerajaan yang mengirimkan kan sntrinya untuk belajar di Besilam dapat terlihat didalam buku yang tercetak rapi hingga sekarang.

Seorang Dara, dari Langkat disunting oleh Raja Sipirok, dan dibawa ke kampung halamannya di Bagas Nagodang, dari ibu asal Langkat itulah ibuku lahir tahun 1927 yang lalu.

Kampung ini tak pernah sepi oleh pengunjung, terutama pada saat haul, memperingati wafat Tuan Guru Besilam, yaitu setiap tanggal 21 Jumadil Awal setiap tahunnya. Pada saat itu ribuan penziarah datang ke Besilam dari seluruh Asia dan seluruh Indonesia. Sakin banyaknya pen-ziarah, pemerintah kolonial Belanda saat itu mendirikan satu stasiun Kereta Api di Kuala Besilam, Kereta Api dari Aceh ke Medan ini singgah di stasiun Kuala Besilam.

Pihak kolonialpun tidak berani macam macam terhadap Tuan Guru Besilam ini, Tuan Guru yang tak pernah kekurangan biaya hidup meskipun ditekan oleh pihak penjajah, sehingga penjajah kolonial menuduh pihak Tuan Guru mencetak uang palsu, dan Tuan Guru merasa tersinggung, pindah ke Malaysia. Besilam Langkat terletak dekat pusat sumur minyak Matschapij (Perusahaan minyak) sekarang Pertamina, semua sumur sumur minyak itu kering, Kepah, Ikan di sekita laut dan disungai di Langkat menghilang, membuat kecemasan pihak Belanda. AKhirnya ia dijemput dan dihomon tetap tinggal di Besilam.

Kami masuk kedalam komplek makam, bersama pak Akiah Barabag dan Rubi Ginting, sewaktu kecil dulu kalau kami datang kesana acap minum dari mangkuk yang terbuat dari tempurung kelapa dan minum Air Yasin namanya. Air yang telah dibacakan Surah Yasin ini oleh santri dan pengikut Tuan Guru Besilam yang ada disana. Air Yasin itu kini dikemas dalam jerigen plastik putih bertutup ukuran lima liter, boleh dibawa oleh penziarah, dengan memeri sedekah ala kadarnya.

Makam ayahku sudah berlapis lapis, komplek makam keluarga itu tidak begitu luas, biasanya lima tahun sesudah itu bisa di tempatkan jenazah yang baru. Tampak tumpukan batu nisan diatasnya menandakan makam makam itu, terdiri dari berapa orang yang sudah dimakamkan dalam satu liang lahat.

Menjelang petang kami tinggalkan komplek Babussalam, sebelumnya kusampaikan doa dan salam, kepada Ayah tercinta serta kaum muslimin dan muslimat yang telah mendahuli, semoga Allah mengampuni segala dosa dosa mereka. Keselamatan untuk Kalian wahai penghuni kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan kalian, sedangkan kalian telah mendahuli kami, dan kami akan mengikuti kalian.