Sudah hampir
sebulan Anshori terbaring tak sadarkan diri di ICU Rumah Sakit Embung Fatimah
Batam, lajang 37 tahun ini, ditemukan terkapar di pinggir jalan arah ke Muka
Kuning pertengahan April lalu. Hingga sekarang belum tahu penyebabnya, apakah
ditabrak atau tabrak lari. Speda motornya tidak rusak hanya kaca spionnya saja
pecah disamping ia terbaring ditepi jalan raya itu.
Orang tua
perempuannya termasuk kakak sepupuku dari Medan boru Siregar, Suaminya bermarga
Siambaton. “Kemarin sudah dioperasi
kepalanya kata dokter ada darah mengumpal.” Jelas Kak Ijah demikian aku
memanggilnya. Biaya oprasi itu ditanggung oleh perkumpulan Budhi Suci Batam.
Setiap hari bergantian mereka kelurga bang Ambaton menjagai Ary di rumah sakit,
mereka tiduran di Koridor rumah sakit itu di depan kamar ruang ICU.
Kemarin petang
aku sengaja datang lagi kesana, dari rumah di Bengkong sengaja kulalui jalan via
Sekupang takut macet arah Batu Aji, tetapi ternyata kiloan meter sebelum daerah
Tiban setelah South Link kenderaan menumpuk jalan merayap, sampai lewat Tiban
Kampung.
Menjelang waktu
berbuka masih ada waktu besuk ke ruang ICU, Ary masih terbaring lemas, namun
oksigen di mulutnya sudah dibuka, matanya masih tertutup, kata perawat yang
disitu dia baru saja tertidur, tangan kanannya sudah bisa bergerak, jadi diikat
ketiang tempat tidurnya terkadang tangan itu melepaskan selang selang pantau
yang ada ditubuhnya. Badannya agak kurusan pipinya pun cekung , waktu awal
masuk pipi itu masih terlihat bulat. Asupan bubur dari rumah sakit dan infus yang
hanya masuk ketubuhnya.
“Besok akan
dipindah ke ruang perawatan.” Kata perawat itu lagi. Kami dua puluh empat jam
disini mengawasi berganti ganti katanya lagi.
Ary tak sendiri
diruangan ICU itu, dan orang orang yang sedang diruwat di ruang lain. “Kita
berbuka dimana.”tanyaku pada kak Ijah. Kak Ijah mengajak ke Mushola Rumah Sakit
itu yang terletak persis dibelakang Ruang UGD. Diatas meja terletak puluhan mie
siam goreng dalam kotak plasti kecil dengan sendoknya. Ada minuman mineral
dalam glas plastik juga.
Di ruang sebelah
terlihat dari jendela karyawan lain pun sedang sibuk membuka bekal masing
masing, mungkin para dokter dan perawat yang membawa bekal dari rumah. “Jangan
dibawa keatas makanan dari bawah ini.” Ujar petugas yang menyilahkan mengambil makanan
tadi. Diatas mungkin ada tersendiri, karena diatas pun ada juga keluarga pasien
yang siap menyantap hidangan berbuka, tidak turun kebawah.
“Disini tidak ada
taraweh pak.” Ujar seorang petugas yang baru saja mengumandangkan Azan Magrib,
seraya mempersilahkan aku yang jadi Imam sholat magrib di Musholah itu. Kulirik
kekiri kekanan tidak banyak jamaah yang hadir. Dan yang terlihat paling tua
memang aku. Selesai sholat kusalami para jamaah mushalah Rumah sakit itu.
Masjid hendak taraweh seputar rumah sakit itu berputar arah kebelakang. Aku
pamit pada bang Ambaton dan kak Ijah, meluncur ke Masjid Baiturahman Sekupang.