Catatan Perjalanan ke Burma : Was Was dan Deg Degan Saat di Myitkyina Ditelpon Kedubes RI dari Yangon


Mendarat di Airport Internasional Yangon dari Kuala Lumpur, kami menuju hotel yang sudah dipesan terlebih dahulu melalui situs online. Sengaja di persiapkan bookingan hotel, persiapan kalau kalau pihak imigrasi Burma memintanya. Tetapi tak diminta dan tidak ditanya nginap dimana, tidak seperti kedatangan sebelumnya. Hanya beberapa menit saja, petugas imigrasi airport Yangon memberikan pasport yang kusodorkan.

Keluar area imigrasi, sudah banyak supir supir taksi menawarkan kenderaannya, supir supir berkain sarung dan terus menguyah sirih itu, kujawab dengan senyuman, penat juga melayaninya satu persatu. Naik taksi resmi airport ke hotel tempat kami menginap di Down Town sekitar 15.000 Kyiat, tetapi dengan Grab online 9000 Kyiat.

Semalam di Yangon keesokan petangnya kami berangkat ke Yamethin satu kota dibawah wilayah Mandalay, tidak jadi memotong hewan qurban di Yangon karena masaalah izin. Dari Yamethin keesokan harinya selesai sholat Idul Adha yang bertepatan dengan Idul Adha di Indonesia, aku sendiri berangkat ke Myitkyina dengan pesawat terbang dari airport Mandalay.


Di Myitkyina, rencana semula hendak memotong hewan qurban, tidak jadi juga masaalah izin dan harga hewan qurban yang dihargai dengan US Dollar. Kurs USD terus naik, seperti juga di Indonesia, sewaktu di tanah air perhitungan 1 USD sekitar 13.500, sewaktu penukaran USD di Batam sudah mencapai 14.800, rupiah per dollarnya. Seemntara di Myianmar sudah diatas 1500 Kyiat per USD nya.

Ditelepon Kedubes RI Yangon.

Sekitar pukul 08.00 pagi waktu Burma, aku mendapat telepon dari Kedubes RI di Yangon, waktu itu sedang menunggu Salim, teman orang Burma penduduk Myitkyina yang akan mengajakku mengunjungi Masjid Masjid yang ada di Myitkyina. Salim kukenal di Masjid Central Myitkyina, sewaktu sholat magrib.
Myitkyina ibukota provinsi Kachin, daerah sedang komplik, sering terjadi kontak senjata antara tentara pemerintah dengan tentara pemberontak.

"Kami dapat informasi dari informan, bahwa ada warga Indonesia dapat masaalah di Myitkyina." ujar Ibu staff Kedubes RI di Yangon, melalui sambungan telepon. Nomor sim card lokal kubeli di airport Yangon, seharga 5000 Kyiat bisa untuk internet selama seminggu. Nomor sim card Burma itu kudaftarkan dengan pasport dan itu termonitor selama keberadaanku di seluruh Burma.

Terasa kaget juga dan deg degkan dapat kabar itu, apalagi ditanyakan, "Pak Imbalo ngapain ke Myitkyina?". Sejak awal dari Yangon dan setelah di Mandalaypun aku sudah dilarang tidak usah ke Myitkyina, disana tidak aman, macam - macam info yang didapat, seperti penculikan ditengah jalan dan kontak senjata yang seketika, pokoknya "not safe condition" lah intinya.

Tiga tahun lalu aku pernah menelpon Kedubes RI di Yangon. Aku sedang berada di perbatasan Maywadi Burma dengan Maesot Thailand, kedua daerah itu hanya dibatasi sungai kecil dan ada Jembatan Persahabatan kedua Negara Burma dan Thailand.
Waktu itu Burma memberikan bebas visa untuk warga negara Indonesia, tetapi saat aku masuk border Imigrasi di Maesot Thailand pihak imigrasi Thailand tidak membenarkanku masuk ke Burma.

Disaat itulah akau menghubungi staff Kedubes RI di Yangon untuk menjelaskan bahwa WNI bebas visa ke Burma. Jadi kenal dengan Ibu staff yang menelponku saat aku berada di Myitkyina sudah kenal, tetap saja kau tidak dibenarkan masuk ke Burma melalui border Maesot. dan saat itu aku balik ke Bangkok. Dari Bangkok boleh ke Yangon. Alias melalui udara.
Tetapi sebelumnya aku pernah sengaja ke kantor Kedubes RI di Yangon bertemu dengan Staff Kedubers RI Yangon. Membicarakan masaalah Bea Siswa bagi pelajar Burma yang hendak belajar di Indonesia, terutama mengenai calling visa.

Telepon kali ini dari Kedubes RI di Yangon, membuat hatiku khawatir juga dan was was, apalagi informasi yang kudapat nyaris tak ada WNI yang pernah menginjakkan kakinya di Utara Burma itu. Meskipun sudah kusampaikan, bahwa aku tidak ada masaalah di Myitkyina dan sekarang tinggal di Hotel nama hotelnya kusebutkan.

Kusampaikan hal itu kepada teman Myitkyina Salim, ada informan yang menyampaikan ke Kedubes RI di Yangon tentang keberadaanku di Myitkyina, dan terkena masaalah. Rasanya tak ada sesuatu halpun yang membuat masaalah selama di Myitkyina, dari airport ke hotel makan di rumah A thar, karena tidak ada restoran halal yang buka bertepatan dengan hari libur Idul Adha. Ke masjid Central yang terletak depan hotelku menginap, sholat magrib dan Isya, kembali ke Hotel, tidur.

Di airport Mandalay pasportku diperiksa, bording pass di chop imigrasi, karena penerbangan Mandalay ke Myitkyina adalah penerbangan lokal. Dan tiba di Myitkyina keluar pesawat, masuk ke appront seperti yang lain. Nah mungkin disini agaknya, semua penumpang lokal maupun yang bukan melaporkan kedatanganya di satu kounter keluar pintu, aku tidak kekounter itu, kukira itu kounter taksi airport. Karena aku sudah janjian dengan A Thar, teman yang kukontak sebelum ke Myitkyina dari Mandalay, dia akan menjemputku, jadi tak perlulah kurasa aku pesan taksi lagi.

Dan ingat waktu A Thar datang menjemputku di airport Myitkyina, aku dibawa lagi ke kounter itu, nama dan nomor pasportku dicatat oleh orang yang berdiri disitu disebuah huku doble folio saja, dengan manual. Dan nomor telpon sim card lokal yang kubeli dicatat juga.

Rasanya aku tak berlama lama di Myitkyina, kuputuskan kembali ke Yangon melalui darat, kusampaikan kepada Salim dan A Thar, dua pemuda itu sangat membantu dan senang sekali atas kedatanganku di Myitkyina, terutama aku datangnya dari negara mayoritas Islam bahkan terbesar di Dunia. Dan janji InsyaAllah tahun depan kami akan potong hewan Qurban di Myitkyina dengan persiapan izin dan segalanya jauh jauh hari. Semoga.