Kesempatan mengikuti Word Peace Forum (WPF) ke -7 di Hotel Sultan Jakarta, pertengahan Agustus 2018 lalu, bertemu dengan Christian Wibisono. Di lobi hotel itu kulihat dia duduk sendirian, menunggu acara pembukaan dimulai. Kuhampiri, kami bersalaman, aku juga sedang menunggu Kit dari panitia, karena baru datang dari Batam.
Sebelum berangkat ke Jakarta bertemu dengan Daneil Burhanuddin. Daniel Burhanuddin satu dari sedikit pengusaha yang masih bertahan dari gempuran tidak konsisten aturan yang ada di negeri ini.
Pagi itu pak Daniel, bercerita memberi contoh kecil, begitu mudahnya angkutan container tentu berisi barang, masuk ke daerah pabean Indonesia, ya di Batam ini.
"Chasis dan ekor" demikian ujar pria 79 tahun asal Kalimantan ini mengatakan, degan nada kesal.
Tidak demikian container yang keluar dari Batam (Indonesia). Chasis dan ekor kita tidak bisa masuk kesana (singapura). Chasis dan ekor ini tidak seperti keluar masuk, hal yang sama ketika saat keluar dan masuk dari dan ke Malaysia. Dari Malaysia ke Thailand Chasis dan ekor bisa keluar masuk demikian pula sebaliknya.
.
"Mereka saja yang bisa masuk kita kesana tidak bisa", ujarnya bersemangat sembari mengatakan sudah belasan tahun hal ini diupayakan, namun Pemerintah tidak memperhatikan itu.
Hal inilah yang kami bincangkan dengan pak Christian, keluhan dari pak Daniel, Pak Christian sebagai pengamat Ekonomi sejak zaman Wapres Adam Malik lagi tentu mahfum adanya.
"Bukan hanya pintu masuk perbatasan yang dipercantik, tetapi aturan keluar masuknya barang dibuat saling menguntungkan". Itu satu hal yang mengemuka perbincangan kami. Seperi di perbatasan Entikong Kalimantan sana.
Sepertinya Kebijakan bilateral ini belum terpikirkan dan terlaksana di rezim sekarang, mungkin di rezim mendatang bisa terwujud.
Sebelum berangkat ke Jakarta bertemu dengan Daneil Burhanuddin. Daniel Burhanuddin satu dari sedikit pengusaha yang masih bertahan dari gempuran tidak konsisten aturan yang ada di negeri ini.
Pagi itu pak Daniel, bercerita memberi contoh kecil, begitu mudahnya angkutan container tentu berisi barang, masuk ke daerah pabean Indonesia, ya di Batam ini.
"Chasis dan ekor" demikian ujar pria 79 tahun asal Kalimantan ini mengatakan, degan nada kesal.
Tidak demikian container yang keluar dari Batam (Indonesia). Chasis dan ekor kita tidak bisa masuk kesana (singapura). Chasis dan ekor ini tidak seperti keluar masuk, hal yang sama ketika saat keluar dan masuk dari dan ke Malaysia. Dari Malaysia ke Thailand Chasis dan ekor bisa keluar masuk demikian pula sebaliknya.
.
"Mereka saja yang bisa masuk kita kesana tidak bisa", ujarnya bersemangat sembari mengatakan sudah belasan tahun hal ini diupayakan, namun Pemerintah tidak memperhatikan itu.
Hal inilah yang kami bincangkan dengan pak Christian, keluhan dari pak Daniel, Pak Christian sebagai pengamat Ekonomi sejak zaman Wapres Adam Malik lagi tentu mahfum adanya.
"Bukan hanya pintu masuk perbatasan yang dipercantik, tetapi aturan keluar masuknya barang dibuat saling menguntungkan". Itu satu hal yang mengemuka perbincangan kami. Seperi di perbatasan Entikong Kalimantan sana.
Sepertinya Kebijakan bilateral ini belum terpikirkan dan terlaksana di rezim sekarang, mungkin di rezim mendatang bisa terwujud.