SAPTONO MUSTAKIM : Mengenal Islam Sejak di Bangku SMA


 Gambar mungkin berisi: 1 orang, pakaian
Dabosingkep Lingga, dua buah pulau yang terpisah, dalam wilayah Kepulauan Riau. Dulu, zaman Kesultanan Melayu Johor Riau Lingga daerah ini pernah menjadi pusat kerajaan.  Terkenal ke manca negara sejak ratusan tahun yang lalu karena hasil alamnya, salah satunya timah. 

Kini galian tambang timah itu meninggalkan kolam kolam, seperti danau luasnya, entah berapa pula yang kecemplung orang kedalam kolam kolam itu, entah berapa pula yang kena demam malaria. Di daerah itulah Saptono Mustakim lahir 65 tahun yang lalu. 

“Aku menammatkan Sekolah Menengah Atas di Dabo.” Ucap Saptono. 
Ibu Bapaknya beragama Budha, mereka tinggal dilingkungan Muslim. Saptono ramaja, belajar  Islam sejak dibangku sekolah SMA itu, secara sembunyi sembunyi, ya,  masih takut dengan keluarga.

Kami acap bertemu setelah Saptono menjadi anggota Legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Batam, sebelumnya Batam itu tidak mempunyai DPRD tinggak kota/Kabupaten seperti DKI Jaya. Saptono Mustakim salah seorang yang terpilih jadi anggota DPRD yang pertama.   
Bertemu di masjid Raya Batam saat sholat jumat, kantor DPRD Batam tidak jauh lokasinya dengan Masjid Raya Batam. baca: Suatu Jumat Bersama Wakil Bupati dan Wakil Walikota
Gambar mungkin berisi: 1 orang, berdiri dan topi
Awal awal
 Batam berkembang tak banyak pula orang yang peduli terhadap kehidupan sosial lingkungan sekitarnya, maklumlah mereka para pendatang itu masih sibuk dengan kerjanya, yang datang tanpa diundang banyak, yang datang dikontrak juga banyak, yang datang pindah tugas dapat mess atau rumah. Yang tinggal di barak barak tak terhitung pula jumlahnya.

Ada yang saling berinteraksi, ada yang cuek bebek, sang perantau itu berbagai bagai keahliannya, sebahagian ada yang beradaptasi dengan penduduk setempat. 
“Alhamdulillah malam ini kita diundang makan ke rumah Pak Saptono Mustakim.” Ujar salah seorang pengurus IPSI Batam. 
Gembira sekali hati ini ada orang yang perduli terhadap kami peserta pencak silat dari Batam. Diundang makan pula, ada yang menghargai jerih payah.

Saat itu kami memenangkan Juara Umum Pertandingan Pencak Silat Se-Provinsi Riau di Rengat. Status Batam masih di bawah Provinsi Riau. Tidak mudah bagi kami para peserta Pencak Silat itu untuk menghadiri pertandingan di Rengat, dari Batam tidak setiap hari ada penerbangan ke Pekanbaru. Naik kapal kayu dari Batam puluhan jam pula waktunya.  Dari Pekanbaru berjam jam lagi naik bis ke Rengat, dapat Juara Umum se-Provinsi tak satupun pejabat di Batam yang menerima kami. 

Belum kenal banget siapa tuan punya rumah yang mengundang makan malam itu, sambil beramah tamah, bisik bisik terdengar, pak Saptono Mustakim itu orang Cina tetapi dia sudah muslim. Karena di ruangan makan malam itu masih terlihat ornamen dominan warna merah.            
Saptono Mustakim, seorang Pengusaha muda asal Dabo yang mengucapkan duakalimat syahadat di Bandung, ia kuliah disana. 
Gambar mungkin berisi: 2 orang, termasuk Imbalo Iman Sakti, orang tersenyum, luar ruangan

 “Belajar Islam dari alm. H Mahadun di Dabosingkep, guru yang sangat saya hormati.’ Jelas Saptono, sembari menjelaskan waktu itu diajari tentang Tauhid dan ilmu yang lain lain hanya kulit kulitnya saja. Pria berbadan subur ini, isterinya telah meninggal dunia, ia dikarunia empat orang anak yang semua sudah dewasa.

“Belum nak menikah lagi.” Godaku suatu saat, Saptono hanya terenyum, besarkan anak anak saja dulu jawabnya. Kemarin bertemu lagi dengan Saptono, ia bersama dengan seorang anak lelaki bungsunya, postur tubuh mereka pun tak jauh berbeda.  
   
“ Datanglah kemari bang.” Ajak Saptono kepadaku, saat dia menjadi Wakil Bupati di tanah kelahirannya Lingga. ketika itu diadakan STQ di Lingga. 
Kini ia masih menjabat anggota DPRD Tingkat satu Provinsi Kepulauan Riau di Tanjung Pinang.
  
Dari Batam ke Lingga naik ferry cepat,  sekitar 6 jam perjalanan, setiap hari ada ferry berulang alik kesana, Lingga disebut juga Bunda Tanah Melayu, daerah yang pernah menjadi pusat Kerajaan Melayu itu dapat pula di kunjungi dengan pesawat terbang. 
Semoga dari sana lahir pula Saptono Saptono yang lain, yang peduli terhadap sesama. 

Sehat selalu dinda, murah rezeki.