“Alhamdulillah,
Ya Allah, Bunda telah membaik. Dan hari ini beliau sudah dirumah, bersama kami
anak2nya, cucu2nya dan cicit2nya.” Tulis Yusdi Bachtiar. Hampir sepekan “Mak
Uwo” terbaring di rumah sakit Otorita Batam Sekupang. Mak Uwo ibunda dari Yusdi
Bachtiar, anak ketiga pasangan Asma Rasyidin dengan Bachtiar Djamal, yang lebih
di kenal dengan Datuk Sutan Sinaro.
Ahad (28/8) lalu,
aku sengaja datang kerumah Uni Yusrah Bachtiar, putri pertama Mak Uwo, di
Tiban, tak sempat mengunjungi Mak Uwo sewaktu di rumah sakit. Mak Uwo sedang
berbaring istirahat dikamarnya.
”Ada yang datang ni mak, mak masih ingat kah?.”
Tanya Yusdi tertuju kepada ibunya. Lama
perempuan itu memandangi wajahku.
“Sebutlah nama.” Katanya sembari mengingat
ingat setelah kusebut namaku.
“Iman Medan ya.” Katanya. Aku mengangguk. Ya cukup lama juga kami tak
bersua.
Awal tahun 80 an,
keluarga pak Datok Sutan Sinaro masih bermukim di Tanjung Pinang, rumah mereka
di seputaran Jalan Kamboja, karena persis di depan rumah itu ada kuburan
Belanda Kerkoff, jadi ada gang kecil mendaki naik ke bukit Cemin, jalan itu
tembus ke jalan Sunaryo.
Aku mengenal keluarga ini, karena acap kesana, bukan
sekedar kenal saja malah acap makan tidur dirumah itu, kalau lagi ke Tanjung
Pinang. Itulah sebab Yusdi alias Buyung
menyebutku anak yang hilang. Sebelum tahun 80 akhir tahun 70, anak anak Mak Uwo
sudah ada yang menikah dan bekerja di Batam.
Mak uwo kelahiran
Batu Hampar Payakumbuh Sumatera Barat tanggal 18 Juni tahun 1928, kini sudah 91
tahun ya. Ia dipersunting oleh pak Datuk, juga lahir dan besar di kampung yang
sama tahun 1926. Setelah proklamasi kemerdekaan RI, pak Datuk adalah seorang
tentara, pangkat terakhirnya Kapten hendak dimutasi ke Medan tetapi pangkatnya diturunkan
menjadi Letnan, tentu saja ia tidak mau, ia melanjutkan pendidikannya di Padang
Panjang, setelah menikah tahun 1950 ia merantau ke Tanjung Pinang, waktu itu
Provinsi Riau belum terbentuk lagi, provinsi Riau dibentuk tahun 1957. Pak
Datuk dan Mak Uwo sudah melanglang buana ke hampir seluruh wilayah Kepuluan
Riau. 6 dari tujuh putra putrinya semua lahir di Kepulauan Riau.
Tamatan Sekolah
dari Padang Panjang ini, menjadi pegawai di Departemen Agama sesuai dengan
disiplin ilmu yang didapatnya. Di Tanjung Uban , Serasan Natuna, ia menjadi Ka
KUA, kembali ke Tanjung Pinang pak Datuk dan Mak Uwo, pensiun dan menghabiskan masa
tuanya di Tanjung Pinang. Karena semua anak anaknya bekerja dan menetap di
Batam, merekapun hijrah ke Batam.
Tahun 1999, pak
Datuk dipanggil yang maha kuasa, hampir setengah abad Mak Uwo, wanita yang
masih sepupu dengan Bung Hatta ini, tidak sendirian, banyak anak cucu yang
menyayangi nya, apalagi saat dia terkena tumor di kepalanya. Harus beberapa
kali dioperasi.
“Alhamdulillah bisa sembuh total, sudah belasan tahun sejak
sakit itu.” Urai Ni Yusra, menerangkan disamping obat dokter mereka memberi Mak
Uwo permentasi susu Rusa.
Tak enak rasanya
berlama lama mengajak ngobrol Mak Uwo, karena kedatanganku saat itu beliau
sedang waktunya istirahat, meskipun kondisinya sudah sehat tetapi Mak Uwo masih
terlihat ngantuk. Kubiarkan wanita tangguh yang hidup ditiga zaman itu
melanjutkan tidurnya.