Waktu itu kami sengaja shalat jumat di Pulau Bertam, penduduk islam di pulau ini hanya sekitar 30 an kepala keluarga. Setelah selesai shalat Jumat (10/3), ada kabar bahwa boat ustadz Syamsuddin terbalik kelaut, sewaktu hendak pulang selepas mengajar dari Pulau Bertam. Ustadz Syamsuddin sejak dua tahun yang lalu sudah diterima sebagai guru honor Pemko Batam mengajar agama di sekolah Dasar yang berada di Pulau Bertam.
Ia bermukim di Pulau Gara, antara Pulau Gara dan Pulau Bertam tidak terlalu jauh dipisahkan selat sekitar 10 menit naik boat. Pulau Gara jauh lebih luas dari pulau Bertam, tetapi yang ada sekolah hanya di Pulau Bertam, anak anak sekitaran pulau pulau disitu semuanya bersekolah ke Pulau Bertam.
Disekitaran pulau pulau itu pula banyak terdapat dapur arang , terkadang yang mendiami dapur itu beberapa keluarga, dan anak usia sekolah. Tidak banyak muridnya hanya belasn orang perkelasnya.
Beberapa tahun yang lalu, belum ada orang tinggal di pemukiman yang ditempati ustadz Syamsuddin sekarang, agak kedalam ada kebun terlihat tanaman tua seperti pohon mangga hutan, dan pohon manggis, Pemerintah memukimkan kembali suku laut yang selama ini tinggal di sampan sampan dan berpindah pindah tempat. Ada puluhan rumah panggung diatas laut ditepi pantai berjejer memanjang dari utara keselatan.
Ustadz Syamsuddin asal Betawi setelah menikah di Kediri membawa isterinya ke Batam, dan menetap disana, beberapa lembaga Zakat memberinya bantuan untuk biaya sehari hari, boat kecil 15 pk yang dipakainya sehari hari berulang alik ke pulau pulau sekitaran Pulau Gara termasuk ke Batam adalah hibah dari jamaah dari Singapura yang berkunjung ke Pulau itu.
Boat itulah yang terbalik, karena kebanyakan muatan, saat itu ustadz Syamsuddin tidak bersama anak anak yang pulang sekolah, Ia pulang lebih dahulu, karena hendak mempersiapkan shalat jumat di Masjid yang baru dibangun oleh Lembaga AMil Zakat (LAZ) Masjid Raya Batam, dulunya di Pulau Gara hanya ada sebuah mushala dari kayu dan berdinding papan terletak diatas laut.
Setelah ada masjid lumayan besar permanen, mereka sudah melaksanakan shalat jumat di Pulau itu, sebelumnya shalat jumat disatukan di Pulau Bertam. Kini penduduk Islam Pulau Gara lebih banyak dari Pulau Bertam.
Kami pernah bakti sosial Khitan di Pulau Gara, kali ini pun bersama bu Elly dari Jakarta dan bu Yulia dari Singapura, kami mengunjungi pulau Gara, Alhamdulullah pelantar panjang sudh diperbaiki terbuat dari beton bertulang tidak seperti yang lama dari kayu yang sudah rusak dan lapuk.
Tangkapan ikan disekitaran pulau itu sudah susah, terlihat dari pulau Gara jejeran kapal kapal yang sedang dibuat dan diperbaiki berlapis sampai ke pantai Pulau Batam.
Anak Pak Jamal orang yang dituakan di Pulau itu terlihat sedang membuat jaring apung dari rangkaian jerigen plastik biru diikatkan ke kayu, ukuran 8 kali 8 meter, rencana untuk memelihara ikan sementara (pembesaran). Ada ketam renjung dalam jaring, kami berjalan diatas pelantar terkadang harus hati hati banyak kotoran binatang seperti kotoran taik kucing kering dipelantar itu.
Ustadz Syamsuddin tersenyum, kulitnya terlihat menghitam dari beberapa waktu yang lalu sewaktu terakhir bertemu, rumahnya pun sudah pindah ke ujung beberapa ratus meter dari semula mendekati lokasi masjid yang sekarang. Dulu rumahnya dekat dengan mushala diatas air.
Senang rasanya bertemu dengan ustadz Syamsuddin setelah dia menjadi pegawai honor Pemko Batam, adalah tambahan biaya hidupnya.
Bersama kami ke Batam turun di pelabuhan tikus Pandan Bahari, petang itu ustadz Syamsuddin hendak menjeput anaknya dari Batam karena Sabtu dan Ahad tidak sekolah.
Banyak waktu luang dan perairan di pulau Gara yang bisa dimanfaatkan untuk memelihara ikan dengan kolam terapung seperti yang dibuat anak pak Jamal tadi, barangkali ada yang mau berinfaq untuk modal membuatnya.