Rentang Pelayaran Melayu antara Phuket Thailand dan Sri Lanka

THAILAND--Hujan menguyur perkampungan suku laut (Chaolei) itu, air tergenang dimana-mana, bangunan seadanya saja yang terletak dipinggiran pantai disela-sela restoran dan penjual cenderamata, antara rumah dengan rumah hanya jalanan setapak, hanya muat dilalui orang paling juga speda motor, dan jalanan itu dibawah cucuran atap.

Biasanya kalau kami datang berkunjung ke rumah pak Arik membawa makanan dari luar dan dimakan bersama-sama. Kalau tidak, masak nasi dan beli ikan dimasak sendiri dipinggir pantai. Dekat pantai itu tidak ada yang menjual makanan halal, tetapi sekitar dua kilometer ada perkampungan Islam, ada masjid besar.

Karena hari telah beranjak petang hujan pun belum reda juga, aku pamit kepada pak Arik, dengan sepeda motor diantar anak lelakinya ke masjid, pakai jas hujan kami tempuh hujan yang deras itu.
Diseputaran masjid banyak terdapat kedai makanan halal, menjual berbagai makanan panas. Pekedai disitu pandai berbahasa melayu dan bahasa inggris. Hotel berbintang dan Guest House terus dibangun, tetapi nasib suku laut tetap terpuruk.


Sebagian anak muda suku laut ini menjadi pemandu paralayang bagi turis dipantai berpasir indah seperti di pantai Patong, Phuket. Kontras terlihat dari kulit mereka yg hitam terbakar panas dan mereka pandai berenang.

Kisah kelam suku laut di Rawai Phuket tidak jauh beda dengan suku laut yang ada di kepulauan Riau, mere ka terpinggirkan.

Provinsi Phuket memiliki luas 576 kilometer persegi (222 mil persegi), lebih kecil di bandingkan dengan Singa pura, dan merupakan provinsi terkecil kedua dari Thailand.

Dulu hasil kekayaan berasal dari timah dan karet, dan menikmati sejarah yang kaya dan berwarna-warni. Pendapatan wilayah ini sekarang banyak berasal dari pariwisata.

Melihat sejarah sebelum abad ke 17 kesultanan melayu yang memerintah daerah ini Sampai ke Ranong Segenting Krah.

Pulau ini berada di salah satu rute perdagangan utama antara India dan China, dan sering disebut kan dalam log kapal asing dari Portugis, Perancis, Belanda, dan pedagang Inggris.

Phuket sebelumnya dikenal sebagai Thalang berasal dari Melayu tua "Telong" yang berarti "cape". Ada juga yang mengatakan Bukit, dan ada juga yang menga takan sejenis alat menangkap ikan di laut Pukat.
Distrik utara provinsi, yang merupakan lokasi dari ibukota lama, masih menggunakan nama Thalang. Dalam sumber-sumber Barat dan grafik navigasi, ia dikenal sebagai Jung Ceylon dari bahsa Melayu Tanjung Salang, yaitu, "Cape Salang".

Di pantai Timur Ceylon Sri Lanka, banyak terdapat suku melayu, hingga kini mereka masih menggu nakan bahasa melayu dan tetap mengaku orang melayu, beraga ma Islam, meskipun tekanan dan pengaruh Hindu kuat sekali.

Begitu pula kebanyakan dari penduduk Thailand, mayoritas beragama Buddha, tetapi ada sejumlah besar Muslim (20%) di Phuket, mereka menyebutnya keturunan orang laut, orang asli yang tinggal di pulau itu.

Kalangan umat Islam, banyak yang keturunan Melayu. Orang-orang keturunan Cina membentuk populasi yang lebih besar, banyak dari mereka telah turun dari penambang timah yang bermigrasi ke Phuket selama abad ke-19. Ada juga yang disebut dengan Peranakan, disebut sebagai "Phuket Babas" dalam bahasa lokal, merupakan bagian yang adil dari masyarakat Cina, terutama di antara mereka yang memiliki hubungan keluarga dengan Peranakan dari Penang dan Malaka.

Insya Allah bersambung.........