Mengunjungi Pak Din : Suku Laut Pawang Duyung Dari Air Mas Batam



 Gambar mungkin berisi: Md Isa Daud, tersenyum, berdiri, pohon, luar ruangan dan alam
Orang-orang yang mengenalnya memanggil dirinya pak Din, ia lahir dan besar diatas sampan. Nenek moyangnya benar benar orang pelaut, hingga sekarang meskipun sudah tidak tinggal diatas sampan lagi, mereka, pak Din dan kerabat lainnya dipanggil suku laut. 

Suku laut ini banyak menyebar di kepulauan Riau, dulu mereka hanya singgah ke darat mengambil air tawar dan membarter hasil tangkapan laut. Hampir semua aktivitias mereka dilakukan di atas sampan di laut. Lahir,  menikahpun diatas laut, namun bila meninggal dikuburkan didarat. 

Sejarah panjang Suku Laut di perairan Batam ini, beragam ceritanya, ingat Laksamana Bintan dengan Laksamana Lingga, serta Sultan Mahmud mangkat Dijulang, tak lepas dari peran serta mereka. Orang orang sekita Johor Malaysia menyebut mereka orang Selat, di Thailan Selatan sampai ke Laut Andaman sana, mereka dipanggil pula Choulie.

Beberapa tahun yang lalu sejak Batam terbuka menjadi pusat perdagangan , alih kapal, hilir mudik kehidupan mereka pun berubah, pemerintah memukimkan mereka dibeberapa pulau. Disamping itu pula ikan hasil tangkapanpun agak susah.

Gambar mungkin berisi: langit, rumah, luar ruangan, alam dan air 
Pak Din salah seorang, orang yang dituakan di perairan Batam bagian Timur sampai ke ke perairan Bintan sana, kini tinggal di sebuah pulau Air Mas namanya, usianya sudah tua “Aku sudah tujuh puluhan tahun.” Katanya, sudah jarang ke laut nyaris tak bisa lagi, sembari menunjukkan pergelangan kaki tan buku buku jari tangannya membengkak. “Kena asam urat, kata dokter.” Tambah pak Din lagi.

Kemarin aku berkunjung ke pulau Air Mas tempat pak din bermastautin, pulau itu tak jauh dari pulau Batam, sekitar satu jam perjalanan dengan pompong. Kulihat pak Din hanya duduk diatas kursi didalam rumah panggung yang berdiri diatas bibir pantai. Anak anak pak Din ada dua belas orang banyaknya, sepuluh orang sudah menikah tinggal dua lagi yang belum. 

Di pulau pulau sekitar perairan Batam banyak dimukim oleh suku laut, ternyata mereka saling terikat persaudaran, dibeberapa pulau itu pula kami dirikan beberapa buah mushola, dan ditempatkan beberapa orang Dai, jadi acaplah kesana. Pak Din salah seorang yang dituakan dan sangat dihormati. Sejak masih kecil, muda remaja, dewasa hingga tua sekarang ini, hidup dan pencariaannya di laut. Dia tahu betul kapan akan turun hujan, kapan pula dingkis mulai bertelur. Dia tahu dimana banyak ikan lumba lumba dimana penyu sedang bertelur. Banyak juga orang yang tahu tentang biota laut itu. Tetapi untuk Ikan Duyung, pak Din lah pawangnya. 

“Sudah lama tak dapat Duyung.” Kata pak Din ketika kutanya. Ikan Duyung sebenarnya bukan sejenis ikan, walaupun binatang itu hidup di laut. Sebagian orang menyebutnya Dugong, Duyung melahirkan anak dan menyusui, jenis mamalia laut herbivora, pemakan dedaunan. Mulutnya dibagian bawah seperti manusia kalau telungkup. Duyung hidupnya sangat tergantung rumput laut, itu sebabnya dia hidup di lautan dangkal, dan suhu udara yang sesuai, serta kadar garam yang tidak terlalu asin. Di Hutan hutan Mangrove / bakau habitat Duyung ini. 

Suhu air dan kadar garam laut perairan Batam Riau ini sangat cocok untuk hidup mamalia laut yang termasuk juga disebut lembu laut ini. “Dagingnya seperti daging lembu.”  Ujar orang yang pernah menyantapnya. Duyung bertahan hidup lebih dua puluh tahun, beratnya mencapai ratusan kilogram.
Tidak semua orang tahu dimana keberadaan Duyung ini. “Kayaknya hanya pak Din yang tahu, diakan pawangnya.” Kata Ainur Rofiq, meskipun tinggal di pulau bertetangga dengan pak Din belum pernah merasakan daging Duyung. 

Pak Din hanya tersenyum apa bacaan nak tangkap Duyung itu, tak ade katanya, dulu diajar oleh Datuk ke ayah kami. Duyung itu suka makan tumbuh tumbuhan, terutama dedaunan segar, seperti daun lalang kata pak Din, tapi Duyung itu lebih suka daun pandan wangi, tambah pak Din membuka sedikit rahasianya. Dia tak mau memberitahu suitan dan bacaan apa yang diperdengarkannya kepada Duyung Duyung itu agar mau mendekat. Hanya kepada dua anak lelakinya yang baru diajarkannya cara merayu dan menangkap Mamalia Laut yang sekarang hampir punah itu.

Perairan Laut Batam kini sudah mulai tercemar, kebisingan ferry kapal laut yang hilir mudik, hutan mangrove ditebangi, rumput lautpun terkadang mengandung lumpur dan mercury akibat erosi dan buangan limbah dari kapal. Duyung pun sulit nak beranak mengembangkan habitatnya. 

Entahlah apakah cucu pak Din masih bisa merasakan lezatnya daging Duyung, mamalia laut yang terkenal dengan Air Matanya ini, Duyung yang digambarkan seorang putri cantik setengah badannya manusia dan setengah bagian bawah berupa ikan. Wallauhu alam.