Laos negeri yang terkungkung daratan separoh lebih wilayahnya ditutpi hutan yang subur penduduknya hanya sekitar 7 juta. |
Seorang teman dari Sabah mengajak saya, ke Luang Prabang, satu provinsi di Laos. "Saya belanja pak Imbalo, dan tiket sudah saya pesan" tulisnya melalui watsap medsos yang menghubungkan kami berkomunikasi.
Akiah Barabag lelaki 50an tahun ini bekerja di Air port Kota Kinabalu, 7 Mei 2017 yang lalu kami bertemu di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2), dan keesokan harinya terbang ke Luang Prabang bersama seorang teman yang juga dari Sabah.
Tempohari setelah kunjungan saya pertama ke Luang Prabang, waktu itu bertemu dengan bang Andy, seorang warga negara Malaysia yang menikah dengan wanita setempat, pasangan ini mengelola sebuah restoran makanan Halal berikut Homestay, setelah itu kami acap ngobrol tentu melalui medsos.
Adanya ajakan dari pak Akiah ke Luang Prabang, kami menyusun rencana hendak ke Oudumxai. Oudumxai satu provinsi yang berbatasan dengan provinsi Luang Prabang, sekitar 250 kilometer jauhnya. Oudomxai hampir semua daerahnya berbukit bukit, subur, dilembah lembahnya ditempati penduduk dari berbagai suku, salah satu perkampungan penduduk yang akan kami temui adalah dari suku Khanmu, mereka sudah ratusan tahun tinggal di daerah perbukitan itu, tetapi nomaden suka berpindah pindah dari satu bukit ke tempat lainnya.
Satu keluarga suku Khanmu ini dikabarkan beberapa waktu yang lalu memeluk Islam, kesanalah rencana kami hendak pergi. Betapa susahnya menemui orang Islam di Laos, bahkan diibukotanya sendiri saja, orang Islam Laos hanya hitungan jari, Orang Islam yang ada di Vientiane kebanyakan berasal dari Kamboja, pendatang dari Pakistan dan India.
Luang Prabang adalah bekas ibukota kerajaan, lapangan terbangnya melayani penerbangan internasional, Oudomxai pula hanya lokal, Seluruh wilayah kota Luang Prabang kini dibawah pengawasan UNESCO, menjadi satu kota tujuan wisata yang sangat pesat, wisatawan beragama Islam ramai yang datang, terutama kalau wisatawan Asean terbanyak dari Malaysia, sayangnya tak sebuah masjidpun ada disana, Restoran halal yang ada hanya satu yang dikelolah oleh Bang Andi. .Ada sebuah lagi, tetapi Resto itu menjual minuman beralkohol.
perkebunan pisang ratusan hektar luasnya puluhan bukit untuk tempat menanamnya |
Laos, negara ini lebih dari separoh lahannya ditutupi oleh hutan yang cukup lebat, berbukit bukit terutama dibagian Barat seperti di Udomxai yang akan kami kunjungi. Sekitar 7 juta orang jumlah penduduknya, dan sekitar 300 ribu orang pula berada di Oudomxai mendiami luas daerah lebih 15 ribu meter persegi itu, Jalanan hanya antar provinsi saja yang lumayan bagus dan sempit, berkelok kelok naik turun mengikuti struktur bukit, beberapa kali kami tersesat untuk mencari kampung yang akan dituju.
Berangkat dari Luang Prabang sejak pukul 7 pagi naik mini bus, kami berlima, tiba di Pak Mong kota di Oudomxai sekitar pukul satu siang, informasi lokasi yang salah, membuat kami tersesat, beberapa kali harus berpatah balik semula kejalan besar.
Menyebut nama kampung kecil yang tidak terdapat dicari di google, sangatlah susah, intonasi kata katanya jauh berbeda, yang kami cari adalah kampung Ban Ngu, belum dapat juga, sementara nomor telpon yang kami dapatkan dari teman tak bisa dihubungi. Hari sudah pukul 4 petang rasanya sudah putus asa hendak bertemu dengan saudara baru itu. Dan rencana hendak balik saja ke Luang Prabang.
Kami keluar dari perkebunan pisang yang sangat luas, perkebunan ini telah dua kali kami lalui, tersesat diujung kebun yang luasnya ratusan hektar itu, terpikir sepertinya itulah kebun pisang terluas di Asia Tenggara.Karena dapat kabar lagi kalau kampung yang akan kami tuju bukan dikebun pisang sebagaimana informasi awal.
Kami menuju tempat yang lain, bertanya kesana sini, masih untung, supir yang membawa kami orang Laos, dan bang Andy yang beserta kami pula sudah fasih berbahasa Laos, meskipun belum bisa menulis dan membaca tulisan Laos.
Bang Andy mengusulkan kami ketempat yang sudah diketahui, tadinya sudah hampir putus asa tidak akan ketemu, sudah begitu jauh perjalanan sayang katanya, pak Akiah dan pak Jupri mengangangguk. Hati rasanya lega.Kami berhenti sebentar ditepi sebuah anak sungai yang jernih airnya mengalir, ditepinya kami shalat jamak takhir dan qosor.
Lagi lagi kami tersesat, karena salah masuk simpang, belasan kilometer yang sudah ditempuh harus berpatah balik lagi kebelakang, menjelang magrib baru kami sampai ditempat yang dituju, senang sekali rasanya. Lega, Alhamdulillah seharian didalam mini bus, dijalanan tanah yang berlubang lubang.
Tersenyum pak Ayub menyambut kami didepan rumahnya, "Assalamualaikum" ucapan yang belum mendapat jawaban, karena memang mereka belum tahu jawabannya. (Bersambung)