Pakse, kota ini terus membangun jalanan sedang diperlebar, debu berterbangan. Karena hanya enam keluarga saja yang Islam, padahal Pakse adalah bekas kerajaan Islam Champa, tak ada sebuah masjid pun disana.
"Ya kami shalat jumat di kedai ini" ujar pemilik restoran asal India yang menjual makanan panas dan halal.
Lelah sunggu perjalanan dari Savannakhet ke Pakse, dihempas hempaskan bus yang penuh sesak penumpang, sudahlah jarak tempat duduk sempit, dibawahnya dijejali lagi barang dagangan, jadi kaki kita terangkat setinggi tempat duduk.
Sesekali jalanan mulus, tetapi lebih banyak rusaknya. Sebenarnya ada penerbangan dari Savannakhet ke Pakse, tetapi kalau bus seperti yang kutumpangi ini hanya sekali saja, itulah sebabnya penuh sekali, dan beli tiketnya harus dipesan terlebih dahulu.
Sebenarnya kalau kita memang hendak ke Pakse, lebih baik berpatah balik ke Mukdahan Thailand - perbatasan dengan Savannakhet Laos. Dari situ ke Ubon Ratchatani, kota ini berbatasan dengan Pakse.
Sama dengan kalau kita dari Kawthaung Burma mau ke Yangon empat hari empat malam naik bus dengan jalanan rusak parah, kalau kita dari Kaw thaung nyeberang ke Ranong terus ke Maesot, dari Maesot Thailand berbatasan dengan Yangon Burma.
Sengaja mau lihat kondisi sepanjang Perjalanan: Savannakhet - Pakse Laos, ya hanya itu kenderaan umum yang ada. Beberapa orang turis bule turut bersama se-bus denganku, ada sekeluarga dengan tiga orang anak, aku gak tau asal negaranya. Sepanjang perjalanan mereka berbuka baju sakin gerahnya didalam bus. Sebentar-sebentar bus berhenti ada yang turun ada yang naik lagi, betul betul bus ini berpungsi seperti angkutan orang dan angkutan barang.
Memasuki Pakse tiba-tiba hujan turun deras, sebagian penumpang turun di tepi jalan, melanjutkan perjalanan ke kota lain disebelah timur Pakse. Menurunkan penumpang dihujan deras, rupanya hal yang biasa dan harus turun, kami yang didalam bus pun basah kena hujan. bus ini tidak ber-AC.
Ngalami naik bus dari Savannakhet ke Pakse, bus tanpa AC, berjejal jejalan dengan barang segala barang, dan bau orang, Setiba di Pakse, langsung kucari tiket bus yang ke Phnom Penh Cambodia, takut kehabisan kucari yang paling baik dan full AC seperti pada gambar yang tertera di loket penjualan. Berangkat keesokan harinya sekitar pukul 08.00 pagi waktu setempat.
Aku tak mau kelaparan, kupesan nasi goreng di restoran India, sayangnya restoran ini pula bukanya pukul 10.00 pagi, alahai alamat tak makan nasilah sampai di Phnom Penh. Terpaksa malamnya pesan semacam roti prata, dan sekaleng sarden, dan ceplok telor.
Transportasi darat di Laos benar-benar minta ampun bus yang kutumpangi keesokan harinya mogok, setelah diluarkota, kami diangkut dengan kenderaan bus tak bermerk dan tak ber-AC setelah menunggu berapa lama. Bus ini mungkin tak ada lesen (izin) diganti lagi dengan mini bus.
Singgah lagi dipinggiran sungai perbatasan antara Laos dengan Thailand, menunggu bus yang lain. Penumpang bus 30an orang itu dinaikkan ke mini bus jadi 4 minibus.
Sampai border antara Laos dan Cambodia, minta ampun jalannya, seperti jalanan gajah tempo
dulu, katanya jalanan itu telah diaspal lima tahun yang lalu, aspalnya terkelupas kini jalanan itu kembali
seperti kubangan kerbau, tak satupun bus yang berani lalu, itulah kenapa kami dinaikkan keminibus yang tahan banting.
Sepanjang
hampir 30 kilometer, telah kali keempat kami berganti kendaraan, aku sebut kami para penumpang kenderaan yang bersamaku itu tak seorang pun berwajah asia, hanya aku seorang saja dan supir minibusnya. Akupun tak tahu apa yang dicari mereka di Pakse dan Phnom Penh.
Home » catatan harian »
kenangan »
perjalanan »
wisata
» Catatan Perjalanan : Pakse Laos-Phnom Penh Cambodia