GAZA hari ini tidaklah sama dengan Gaza ratusan tahun lalu. Kota
kecil di sudut Palestina itu telah menjadi saksi atas kelahiran para
tokoh intelektual yang memiliki peran penting dalam dunia Islam. Salah
satunya adalah Imam Syafi’i, ulama kenamaan ini adalah produk aseli
Gaza.
Imam Syafi’i lahir di kediamannya Syaikh Attia, yakni di Zaitoun,
tahun 150 H atau 767 M. Nasab beliau telah bertemu dengan nasab Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wa salam, yakni dari jalur kakek Rasulullah
shalalllahu alaih wa salam, Abdul Manaf, seorang bangsawan paling mulia
dari kalangan Quraisy.
Dikatakan bahwa Idris, ayahnya Imam Syafi’i rahimahullah, menyaksikan
kelahiran Imam Syafi´i di Gaza, serta lama menetap di Gaza. Dari
sinilah Imam Syafi’i membawa memori masa kecilnya di Gaza ketika
melanglang buana mencari Ilmu. Tak pelak, ketika Imam Syafi’I berada,
maka buah dari pendidikannya di Gaza akan selalu memancar yakni
pendidikan, ketinggian adab, dan juga hafalan al-Quran ketika berusia
sembilan tahun.
Imam Syafi’i kemudian melanjutkan pelajarannya ke Madinah al
Munawarah. Di sana beliau belajar dalam asuhan Imam Malik rahimahullah.
Imam Syafi’i pun juga sempat ke Kuffah belajar di bawah bimbingan
beberapa murid Imam Abu Hanifah rahimahullah ajma´in.
Ketika melakukan perjalanan ke Irak dan Persia, beliau bertemu para
ulama kembali menimba ilmu dari mereka. Perjalanannya lalu berlanjut ke
Hijaz, Yaman, Baghdad dan Mesir hingga ajal menjemputnya pada tahun 204
H.
Hasil karya atas perjalanan keilmuannya pun melimpah ruah dan
monumental. Katakanlah Ar Risalah, Al-Umm, dan kitab al-Musnad yang
memuat hadits-hadits Nabi shalallahu alaihi wa salam.
Meski jejak berbagai peradaban dunia ditapaki semasa hidupnya, Imam
Syafi’i sangat paham dari mana ia berasal. Tidak lain adalah tanah Gaza,
tanah kelahirannya sehingga ia dapat tumbuh besar menjadi ulama. Ia pun
mengaku rindu untuk kembali ke bumi Gaza, bumi yang kini menjadi saksi
darah para Syuhada dalam menegakkan iman melawan agresi Zionis dan para
sekutunya.
Aku merindukan tanah Gaza
Dan aku telah meninggalkan Gaza setelah dari persembunyianku.
Allah menyirami bumi Gaza, walaupun Gaza telah disiram dengan Zafarat¨
Beratnya kelopak mataku terlarut kerinduan. (Imam Syafi’i)
sumber : Islampos.